Jakarta, CNN Indonesia -- Meski meninggalnya dua orang pasien Rumah Sakit Siloam, Tangerang, pada pertengahan Februari lalu disebabkan oleh peredaran obat Buvanest Spinal buatan Kalbe Farma, namun Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek menyatakan pihak Rumah Sakit (RS) Siloam juga mendapat sanksi atas kasus tersebut.
Nila memastikan, jajaran direksi RS Siloam telah mendapat teguran dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Selain membatalkan langsung izin edar dari Buvanest, kami juga beri teguran ke direksi Siloam. Kami ingin mereka melaporkan kejadian itu secara segera," ujar Nila di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin (23/3).
Atas keterlambatan laporan oleh RS Siloam itu, Nila juga meminta Dinas Kesehatan untuk lebih aktif kepada pihak rumah sakit. "Kami mendorong Dinas Kesehatan untuk lebih aktif dalam membina rumah sakit," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lajut, Nila menjelaskan, melalui investigasi yang dilakukan oleh kementerian bersama tiga pihak lain seperti BPOM serta pakar dan organisasi seperti perhimpunan dokter anestesi, telah diedarkan surat pemberitahuan ke seluruh rumah sakit.
"Kami melakukan berbagai upaya klarifikasi kasus akibat penggunaan Buvanest 0,5 persen. Kami sudah membuat edaran ke semua rumah sakit agar lapor ke Kementerian Kesehatan apabila terjadi kejadian serupa," ujar Nila.
Tidak hanya itu, dia juga menjelaskan, melalui investigasi berupa wawancara yang melibatkan dokter dan tenaga medis, serta pemeriksaan dokumen, ditemukan bahwa tidak ada penyimpangan
Standard Operation Procedure yang dilakukan pihak RS Siloam.
Sedangkan, pihak Kalbe Farma, kata Nila, telah mengakui ada kekeliruan dengan label Buvanest Spinal, yang kemudian diketahui mengandung asam tranexamat.
"Ditemukan sampel obat itu di pasaran dan sudah diamankan dengan disaksikan Polda Metro Jaya. Penyebab kematian pasien diketahui karena diberikan Buvanest," katanya.
BPOM Bekukan Izin Edar Buvanest SpinalKepala BPOM Roy Sparringa memastikan, pihaknya telah melakukan inspeksi sistemik terhadap production line 6, lokasi Buvanest Spinal dibuat. Dari inspeksi tersebut, BPOM menyatakan telah mengeluarkan instruksi khusus kepada Kalbe Farma.
"Dari inspeksi menyeluruh atau yang namanya inspeksi sistemik. Kami menginstruksikan kepada PT Kalbe Farma untuk menghilangkan potensi risiko. Kami memerintahkan untuk menghentikan pendistribusian terhadap production line 6, juga agar tidak mendistribusikan produk yg belum beredar, serta menarik produk yang sudah beredar," kata Roy.
Dia menjelaskan, BPOM juga fokus untuk mencabut nomor izin edar Buvanest Spinal. Hal itu dikarenakan ada temuan terjadi
mix-up dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dilakukan Kalbe Farma.
"Kami minta Kalbe mengurangi potensi risiko. Perlu kehati-hatian dan
review untuk memastikan tidak ada
mix-up. Potensi kejadian
mix-up dari investigasi kami adalah di area pengemasan sekunder," ujarnya.
Mengenai sanksi yang diganjar kepada Kalbe, Roy menyebut, telah memberikan hukuman mulai dari sanksi administratif, penghentian sementara kegiatan, penyegelan dan penghentian izin edar. "Itu sesuai peraturan perundang-undangan. Tidak ada ganti rugi. Kalau masuknya tindak pidana, akan masuk polisi. Tetapi ini kan bukan delik aduan," kata dia.
Meski telah menurunkan surat penghentian produksi kepada Kalbe Farma, Roy berharap, masyarakat mau melaporkan kepada pihaknya jika masih menemukan Buvanest Spinal di pasaran.
"Laporkan pada kami.
Law enforcement kalau itu sampai ditemukan. Lapor kepada kami di mana apoteknya, dan kami akan melakukan tindakan hukum. Tidak boleh ada apotek yang melanggar," kata Roy.
(meg)