Jakarta, CNN Indonesia -- Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Abdul Sahid menilai pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 sarat dengan transaksi politik.
Indikasi tersebut muncul saat penetapan APBN-P 2015 berjalan mulus, meski terdapat pembelahan politik dalam tubuh Dewan Perwakilan Rakyat, yakni atas nama Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat.
"Kami menduga ada permainan. Setiap anggota dewan tidak bisa mengontrol atau menyuarakan kepentingan rakyat karena dibawahi kepentingan partai politik," ujar Abdul saat memaparkan hasil penelitiannya di Jakarta, Selasa (24/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Abdul, APBN-P 2015 mengalami penurunan dari Rancangan APBN-P yang telah dirumuskan, yakni anggaran pendapatan turun sebesar Rp 7,33 triliun (Rp 1.761 triliun dari Rp 1.768 triliun) dan anggaran belanja turun sebesar Rp 10,73 triliun (Rp 1.984 triliun dari Rp 2.039 triliun).
Namun, meski anggaran belanja mengalami penurunan, ternyata ada peningkatan anggaran belanja di sejumlah program, salah satunya adalah peningkatan anggaran belanja parlemen (MPR, DPR dan DPD).
"Total anggaran belanja parlemen dalam APBN-P 2015 sebesar Rp 7,27 triliun. Sementara dalam APBN hanya sebesar Rp 4,93 triliun," ujar Abdul.
Peningkatan ini yang ditengarai menjadikan anggota dewan di DPR tidak berkeras mengkritisi penganggaran perubahan tersebut. Namun, Abdul belum yakin pihak mana saja yang diuntungkan dari dugaan transaksi politik ini.
"Keputusan terkuat kan ada di tingkat Badan Penganggaran. Bisa saja dilihat di sana siapa yang berkepentingan," ujar Abdul.
Selama proses pembahasan di tingkat Komisi, Abdul berpendapat, anggota dewan relatif tidak menunjukkan sikap kritis untuk melakukan perdebatan fundamental terhadap program prioritas Jokowi-JK dan justru mendukung pelaksanaan agenda tersebut.
Hal itu terlihat dari meningkatnya anggaran pada sejumlah kementerian dan lembaga pemerintahan yang mendukung pelaksanaan agenda prioritas tersebut, di antaranya adalah di Kementerian Pertahanan, Kepolisian RI, Mahkamah Agung, Kejaksaan, Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian ESDM, Kementerian Sosial, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerag Tertinggal dan Transmigrasi.
"Anggota DPR seharusnya perlu meningkatkan kualitas dan fokus perdebatan selama proses pembahasan anggaran, terutama pada isu-isu dan program strategis pemerintah agar APBN yang dihasilkan benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat," ujar Abdul.
(pit)