DPR RI Tak Kunjung Produktif

Ranny Virginia Utami | CNN Indonesia
Selasa, 24 Mar 2015 14:17 WIB
Formappi mengkritisi kinerja parlemen yang belum menghasilkan satu pun produk legislasi otentik yang ditelurkan oleh wakil rakyat periode 2014-2019.
Sejumlah anggota DPR memasuki ruang sidang paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (23/3). Sidang Paripurna tersebut mengagendakan pembacaan pidato Ketua DPR RI sekaligus membuka masa persidangan III tahun sidang 2014-2015. (Antara Foto/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga legislatif alias Dewan Perwakilan Rakyat tak juga produktif meski enam bulan sudah aktif bekerja di Senayan. Tugasnya membuat kebijakan dengan produk kerja berupa undang-undang tak juga ditelurkan dari DPR RI periode 2014-2019.

Meski ada tujuh undang-undang diterbitkan, namun tidak ada produk asli yang dihasilkan oleh peride kali ini karena lima UU diantarnya adalah warisan DPR RI 2009-2014 yang tinggal disahkan dan dua UU merupakan UU prioritas, yaitu UU Pilkada dan UU Pemda.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai kinerja Dewan Perwakilan Rakyat selama Masa Sidang II masih kurang dalam bidang legislasi. Pasalnya, DPR baru mengesahkan tujuh Rancangan Undang-Undang dari 160 RUU yang masuk ke dalam Program Legislasi Nasional 2015.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Lucius, total 160 RUU yang telah ditetapkan DPR jika dibagi ke dalam lima tahun masa pemerintahan, maka setiap tahun DPR sebenarnya mampu menyelesaikan 32 RUU.

"Jika dibagi ke dalam empat Masa Sidang, setiap Masa Sidang berarti bisa menghasilkan 7-8 RUU," ujar Lucius.

Tak tercapainya fungsi legislasi DPR ini, Lucius katakan, karena masih banyak pihak di internal DPR yang masih berkutat dengan kisruh politik. Misalnya, kepentingan partai politik yang mempengaruhi anggota dewan dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.

Selain itu, kehadiran dua koalisi dalam tubuh dewan dirasa cukup mengganggu tugas DPR sebagai perpanjangan suara rakyat. "Mereka terfokus pada dua kubu, lalu banyak kepentingan di DPR yang membuat mereka terpecah," ujar Lucius.

Lucius juga menambahkan dasar kepentingan suatu partai politik faktanya menjadikan koalisi partai di DPR tidak terlalu solid dan konsisten.

"Mereka bisa berubah kapan saja sesuai kepentingan. Ada desain yang menghancurkan format koalisi tersebut atas nama pragmatis," ujar Lucius.

Oleh karena itu, Lucius berpandangan perlunya partisipasi publik dalam mengawasi dan mengkritisi sikap DPR sehingga dapat mengimbangi kepentingan politik. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER