Akbar Faizal, Luhut, dan Lulusan Harvard di Sekitar Jokowi

Resty Armenia | CNN Indonesia
Senin, 06 Apr 2015 13:21 WIB
Kepala Staf Presiden Luhut Panjaitan yang merekrut 6 alumni Harvard ke kantornya membantah kritik Akbar: Saya tak mengagungkan Harvard. Jangan buru-buru ngomel.
Kepala Staf Kepresidenan Luhut Pandjaitan dan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto. (Antara/Widodo S. Jusuf)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Kantor Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan kantornya akan diisi enam lulusan Harvard University, Amerika Serikat, pertengahan tahun ini. Keenam alumni Harvard itu merupakan pilihan dari lima deputi Luhut. (Baca Deputi Luhut: Pegawai Gedung Putih Hingga Kopassus)

Ucapan Luhut lantas dikritik legislator NasDem yang juga mantan Deputi Tim Transisi Jokowi-JK, Akbar Faizal. Dia menganggap Luhut terlalu mengagungkan lulusan perguruan tinggi masyhur dunia itu.

Menanggapi kritik sang anggota DPR, Luhut mengatakan keputusannya untuk merekrut alumni Harvard bukan berarti dia mengangungkan lulusan universitas papan atas itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Apa yang saya agungkan? Saya hanya mengatakan, waktu saya ceramah di Harvard Business School (awal Maret), ada anak-anak Indonesia yang sekolah di sana melamar masuk ke mari (Kantor Staf Kepresidenan). Apa salah? Lihat konteks bicaranya," ujar Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/4).

Ia mengatakan tak hanya merekrut lulusan Harvard, tapi juga Akademi Militer Nasional, Magelang, Jawa Tengah, dan berbagai universitas terbaik di Indonesia. "Saya rekrut anak-anak dari Magelang, tempat saya berlatih dulu. Mereka anak-anak orang enggak punya, tapi pintar-pintar,” kata Luhut.

Untuk diketahui, Luhut yang pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan serta Duta Besar RI untuk Singapura itu lama berkarier di Kopassus TNI AD dan merupakan lulusan terbaik Akademi Militer Nasional tahun 1970.

“Lulusan dari UGM, ITB, UI, dan beberapa universitas lain yang IPK-nya bagus-bagus, kalau lulus tes, juga kami pekerjakan nanti. Salahnya di mana? Enggak ada yang saya agungkan kok. Jangan buru-buru ngomel begitu," ujar Luhut.

Luhut tidak tahu motif yang melatarbelakangi Akbar Faizal melontarkan kritik tersebut kepadanya. Menurut Luhut, Akbar seharusnya justru bangga pada putra-putri Indonesia yang berhasil lulus dengan baik di universitas kelas dunia.

“Kita harus bangga pada anak-anak Indonesia. Orang tidak punya dari kampung bisa sekolah jauh-jauh, ingin kembali ke Indonesia. Dia misal lulus ITB dulu, lalu ambil S2 dan S3 di luar negeri," kata Luhut.

Ia lantas mencontohkan Yanuar Nugroho, Deputi II Bidang Pengelolaan dan Kajian Program Prioritas yang disebut sebagai ahli ekonomi inovasi. Yanuar adalah salah satu profesor di University of Manchester, Inggris, dan hingga kini masih aktif menjadi profesor tamu di sana.

"Seperti Pak Yanuar, dosanya Pak Yanuar apa? Dia dari ITB kok, dan dia dulu malah GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia). Jadi jangan dibilang itu anak salon,” ujar Luhut.

Selain lulusan universitas bergengsi di dalam dan luar negeri, beberapa mantan aktivis 98 pun, menurut Luhut, ia rekrut masuk kantornya.

Sebelumnya, di media sosial tersebar bocoran tulisan panjang Akbar Faizal. Dalam tulisan itu, Akbar mencurahkan isi hatinya kepada Yanuar Nugroho terkait rencana pengangkatan beberapa alumnus Universitas Harvard untuk mengisi posisi di Kantor Staf Kepresidenan.

Berikut curahan hati Akbar Faizal kepada Yanuar:

Saya sebenarnya pernah ingin mempersoalkan lembaga bernama Kastaf (Kepala Staf Kepresidenan) ini, sebab sejujurnya tak ada dalam perencanaan kami di Tim Transisi dulu. Sekadar menginfokan ke Anda Mas, bahwa Tim Transisi itu dibentuk Pak Jokowi untuk merancang pemerintahan yang akan dipimpinnya.

Tapi saya sungguh tak nyaman mempersoalkan itu sebab akan dituding macam-macam. Misalnya, “Akh... itu karena AF (Akbar Faisal) kecewa tidak jadi menteri dan lain lain.”

Padahal masih banyak lagi sebenarnya yang ingin saya pertanyakan, termasuk surat Presiden ke DPR tentang Komjen Budi Gunawan yang disusul kontroversi lainnya.

Ke mana para pemikir tata negara di sekitar Pak Jokowi sekarang? Yang kudengar selanjutnya malah pengangkatan Refly Harun sebagai Komisaris Utama Jasa Marga. Mungkin Bu Rini anggap Refly sangat paham soal tol karena setiap hari melalui macetnya –persoalan yang Pak Jokowi katakan dulu akan lebih mudah menyelesaikannya sebagai presiden ketimbang Gubernur DKI– dari rumahnya (Refly) di Buaran sana.

Mas Yanuar, sebagai anggota DPR pendukung pemerintah dan Insya Allah punya peran (meski sangat kecil) terhadap kemenangan Jokowi-JK, saya ingin kalian di Istana fokus pada tugas yang lebih membumi.

Misalnya, jangan biarkan kami di DPR dihajar bagai sandsack (karung latihan tinju) oleh orang-orang Prabowo dalam kasus kebaikan tunjangan mobil pejabat, hanya karena kalian tak mampu berkomunikasi dengan kami di DPR (atau parpol pendukung).

Ini juga satu soal sendiri karena terbaca dengan kuat kalau kalian di ring 1 Presiden kini sukses melakukan deparpolisasi dan atau gagal meyakinkan publik akan seluruh keputusan-keputusan presiden/pemerintah.

Soal sesepele ini tak perlu kualitas Harvard. Saya merasa mengenal beberapa orang di Istana Negara tempat Anda berkantor sekarang (yang bisa menangani), entah apa mereka masih mengenal saya sekarang. Tapi saya nggak memikirkannya.

Saya hanya minta kalian di sana berhenti melakukan hal yang tak perlu seperti deklarasi soal Harvard yang akan masuk Istana itu.

Sekali lagi, saya sebenarnya tak perlu menulis panjang lebar seperti ini hanya untuk menanggapi soal Harvard ini. Tapi saya harus lakukan karena menurutku kalian makin jauh dari seluruh rencana awal kita. Dan sayangnya, seluruh rencana awal itu saya pahami dan terlibat di dalamnya.

Saya sekuat mungkin berusaha menghindari kalimat-kalimat keras untuk memahami apa yang kalian lakukan di sana. Tapi sepak terjang kantor Mas Yanuar bernama Kastaf Kepresidenan itu makin jauh.

Terakhir, saya sarankan agar menahan diri dalam memberikan masukan ke Presiden. Jangan racuni pikiran Presiden yang polos ini dengan permainan yang dulu kami hindarkan beliau lakukan meski kadang gregetan lihat langkah-langkah tim Prahara.

Terkhusus dengan Pak Jusuf Kalla, saya minta kalian berikan rasa hormat.

Tanggal 9 Juli lalu, 53 persen penduduk Indonesia memilih Jokowi-JK dan bukan Jenderal Luhut Binsar Pandjaitan. Apalagi Anda-Anda yang bergabung belakangan.

Selamat berakhir pekan.

Jakarta, Sabtu, 4 April 2015 (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER