Mahfudz: Kasus TKI Siti Berat, Keluarga Majikan Tak Beri Maaf

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Rabu, 15 Apr 2015 12:19 WIB
Arab Saudi menerapkan hukum qisas, yakni pembalasan setimpal atau nyawa dibayar nyawa. Keluarga korban berhak meminta pembunuh dihukum mati.
Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq di Gedung DPR RI, Jakarta. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq prihatin atas eksekusi mati terhadap tenaga kerja Indonesia, Siti Zaenab binti Duhri Rupa asal Bangkalan, Madura, oleh pemerintah Arab Saudi, Selasa (14/4).

“Kasus ini memang berat dan keluarga korban (majikan Siti) sudah bertekad untuk tidak memaafkan karena pembunuhan tersebut dinilai sadis dan punya dampak berantai,” kata Mahfudz dalam keterangan yang diterima CNN Indonesia, Rabu (15/4). (Baca: Kronologi Siti Zaenab hingga Dihukum Mati di Arab Saudi)

Mahfudz mendapat penjelasan langsung soal beratnya kasus Siti dan perkembangan advokasi hukumnya itu saat Komisi I berkunjung ke Kedutaan Besar RI dan Konsulat Jenderal RI Arab Saudi bulan lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Pihak Kerajaan Saudi dan KBRI tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak ada pemaafan keluarga korban meski tawaran diyat dalam jumlah sangat besar sudah diajukan,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.

Diyat ialah harta yang wajib dibayar kepada ahli waris korban sebagai ganti rugi atas kesalahan yang mengakibatkan luka fisik hingga tewas.

Maaf keluarga korban amat penting karena Arab Saudi menerapkan hukum qisas, yakni pembalasan setimpal atau ‘nyawa dibayar nyawa.’ Maka dalam kasus pembunuhan, keluarga korban berhak untuk meminta pembunuh dihukum mati.

Meski pemerintah RI gagal melindungi Siti, menurut Mahfudz komisinya menghargai upaya keras KBRI dan KJRI di Saudi yang bertahun-tahun mengadvokasi kasus tersebut. Kini yang harus dilakukan adalah menanggulangi eksekusi mati menimpa TKI lain.

Untuk itu Komisi I meminta Kementerian Luar Negeri RI untuk membentuk tim bersama dengan Kementerian Tenaga Kerja, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, dan Kementerian Hukum dan HAM.

Mahfudz menyatakan kasus hukum warga negara Indonesia di luar negeri bukan hanya urusan Kemlu. “Pengirim TKI ke luar negeri juga harus dimintai tanggung jawabnya,” ujar dia.

Simak selengkapnya di FOKUS: Nasib Siti Dipancung di Saudi

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pemerintah RI kaget karena Arab Saudi mengeksekusi Siti tanpa pemberitahuan. “Kami tidak mendapat informasi apapun mengenai eksekusi itu,” kata Retno.

Menurut Retno, pemerintah telah mengusahakan segala cara untuk melepas Siti dari hukuman mati, dari jalur diplomatik, hukum, sampai kekeluargaan. Presiden Jokowi pun, menurut Retno, sampai turun tangan langsung dengan mengirim surat ke Saudi.

“Saya juga menyampaikan langsung permohonan (menyelamatkan nyawa Siti) langsung ke Wakil Menteri Luar Negeri Saudi pada bulan lalu, Maret,” ujar Menlu.

Meski Siti tewas di tangan algojo, Retno menyatakan pemerintah RI tetap akan melanjutkan komitmen melindungi seluruh warga negara Indonesia, termasuk buruh migran di luar negeri.

Kasus hukum yang menimpa almarhumah Siti di Saudi bermula ketika dia ingin pulang pada Hari Raya Idul Fitri 1998. Saat itu ia memasak air di dapur sebelum salat Subuh. Tiba-tiba majikan perempuannya memukul kepala Siti, menjambak, dan mencekik lehernya. Siti yang kesakitan lalu mencari pisau dan menusuk perut majikannya.

Siti pun ditahan. Keluarganya mengupayakan dia bebas dari hukuman mati dengan meminta bantuan ke pemerintah RI. Kakak Siti, Hasan, sempat bertemu Sinta Nuriyah Wahid yang saat itu merupakan Ibu Negara di Istana Kepresidenan, Oktober 2001. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER