Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga jajak pendapat Poltracking mencatat, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah mencapai titik paling rendah dalam enam bulan terakhir. Mereka menyatakan, komunikasi publik yang digalang Presiden Joko Widodo merupakan salah satu penyebab pencapaian buruk ini.
Direktur Eksekutif Poltracking Hanta Yudha menuturkan, tidak seluruh masyarakat mengetahui dan memahami program-program yang dicanangkan pemerintah. Padahal menurutnya, bisa saja program-program itu berimplikasi positif kepada publik. (baca juga:
Kepuasan atas Kinerja Jokowi-JK Capai Titik Terendah)Hanta menilai, hal ini terjadi karena buruknya sistem komunikasi Jokowi kepada masyarakat dan partai politik sebagai pemberi legitimasi kekuasaan. "Harus ada tim khusus yang menyampaikan kerja-kerja pemerintah. Ini belum dimiliki pemerintah," ujarnya di Jakarta, Minggu (19/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanta kemudian membandingkan pola komunikasi publik Jokowi dengan Soeharto dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada rezim Orde Baru, Soeharto memiliki Harmoko sebagai orang yang selalu berdiri terdepan untuk mempublikasikan kebijakan-kebijakan pemerintah. "Harga cabai pun disampaikannya ke publik," kata Hanta. (baca juga:
Isu Perombakan Kabinet Dibantah Pihak Istana)
Sementara itu di era kepemimpinan SBY, Istana membentuk tim khusus untuk menjalin komunikasi dengan masyarakat. Salah satu punggawa tim itu adalah Andi Malarangeng.
Tidak solidnya manajemen komunikasi publik Jokowi pun akhirnya berimbas pada kecenderungan masyarakat yang mudah melemparkan kekecewaan kepadanya, dan bukan kepada para menteri.
"Di masa SBY, jika masyarakat kecewa pada kinerja pemerintah, publik cenderung menyalahkan menteri. Sebaliknya, di era Jokowi, publik malah menuding presiden tidak becus bekerja dibandingkan menyalahkan menteri," tutur Hanta. (baca juga:
Survei: Institusi Kepresidenan Paling Dipercaya Masyarakat)Poltracking juga memotret hal ini dalam survey terbaru mereka. Dari 1200 responden mereka, sebanyak 46,4 persen menyatakan tidak puas terhadap kinerja Jokowi. Angka ini lebih sedikit 0,6 persen dibandingkan mereka yang mengaku puas.
Hanta menuturkan, persoalan komunikasi ini tidak semata berujung pada perlu tidaknya Jokowi mengangkat juru bicara. "Itu teknis, bisa ada atau tidak. Tapi ini soal sistem komunikasi publik yang terintegrasi," katanya. (baca juga:
Popularitas Jokowi Anjlok, Rupiah Turut Jeblok) (pit)