BNN Tegaskan Penggunaan Ganja Tak Membuat Lebih Kreatif

Megiza | CNN Indonesia
Senin, 20 Apr 2015 18:00 WIB
Molekul THC yang ada di dalam ganja dipastikan memberikan banyak dampak negatif. Salah satunya adalah mengikat oksigen di dalam otak.
Sebuah wadah berisi Marijuana digunakan sebagai bahan medis di Portland, Oregon, Amerika Serikat, 8 April 2014. (REUTERS/Steve Dipaola)
Jakarta, CNN Indonesia -- Peneliti narkotik yang juga Kepala Badan Narkotika Nasional Nusa Tenggara Barat, Kombes Mufti Djusnir memastikan Indonesia tetap akan memasukan tanaman ganja sebagai narkotik, meskipun kampanye ataupun penelitian-penelitian ilmiah mengarah ke legalisasi ganja kian marak di lakukan baik di luar ataupun di dalam negeri.

Bertepatan dengan Hari Ganja Internasional yang jatuh pada hari ini, 20 April, Mufti menegaskan kandungan tetrahydrocanabinol di tanaman ganja, sama sekali tidak memberikan efek positif terhadap penggunanya.

Hal itu dikarenakan efek THC mengikat oksigen di dalam otak manusia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dari struktur molekul THC, jika dikonsumsi, itu akan mengikat oksigen di dalam otak. Reaksi awal pasti akan mengantuk dan tertidur. Efek jangka panjangnya, pengikatan oksigen itu akan memberikan kerusakan permanen kepada penggunanya," kata Mufti saat dihubungi CNN Indonesia, Senin (20/4).

Dia menjelaskan, ganja masuk ke dalam kategori narkotik Golongan I alias narkotik paling berbahaya. Ini disebabkan secara struktur molekul dan hasil penelitian farmakologi, kandungan THC di dalam ganja akan menurunkan kemampuan kerja otak. (Baca juga: Diyakini Banyak Khasiat, Pria Ini Cekoki Minyak Ganja ke Anak)

"Semua obat yang bekerja memengaruhi susunan saraf pusat, mempunyai sifat hipnotik sedatif atau euforia dan memberikan rangsangan neural transmitter, maka dapat dikategorikan sebagai narkotika Golongan I," ujarnya.

Mufti menyebut, gabungan dari efek hipnotik sedatif dan rangsangan neural transmitter lewat dophamine yang diterima seseorang yang sedang menghisap ganja, lama kelamaan akan menyebabkan kerusakan permanen.

"Manusia yang pintar itu yang otaknya kaya oksigen. Kalau sudah rusak ya tidak bisa kembali normal. Kalau efeknya saja sudah membuat mengantuk, mana bisa seseorang jadi kreatif,"katanya.

Meski begitu, Mufti sendiri tidak menampik jika ada negara-negara yang melakukan penelitian efek postif ganja. Hanya saja, selama United Nations Office ond Drugs and Crime (UNODC) masih menyatakan ganja sebagai narkotik, maka dapat dipastikan BNN tidak bisa menyebutnya sebagai obat.

"Kalau PBB belum merilis ganja sebagai obat, dan bukan narkotik, maka kami juga belum dapat merilis ganja sebagai obat," kata Mufti. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER