Rekonsiliasi Pelanggaran HAM Berat Kecewakan Keluarga Korban

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Rabu, 22 Apr 2015 15:06 WIB
Rencana pemerintah untuk merekonsiliasi kasus HAM berat dinilai tidak bertanggung jawab dan tidak memberikan rasa keadilan yang ditunggu-tunggu para korban.
Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan melakukan aksi Kamisan ke-379 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (18/12). Mereka kembali menuntut penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM sekaligus memperingati hari buruh migran sedunia. (ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)
Jakarta, CNN Indonesia -- Keluarga korban kasus pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM) menyatakan kecewa dengan niat pemerintah yang akan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran tersebut dengan jalan rekonsiliasi. Pemerintah dinilai tidak bertanggung jawab dan tidak memberikan rasa keadilan yang ditunggu-tunggu para korban.

"Apanya yang mau direkonsiliasi? Harus ada pengungkapan fakta dulu, baru lakukan rekonsiliasi," kata Paian Siahaan yang merupakan keluarga korban penghilangan orang secara paksa 1997/1998 di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Jakarta, Rabu (22/4).

Paian sangat menyayangkan niat pemerintah melakukan rekonsiliasi tanpa melanjutkan penyelidikan lebih lanjut mengenai kasus pelanggaran HAM berat. Bagi Paian, kasus-kasus tersebut masih mengambang. "Pemerintah seharusnya mencari dulu 13 orang yang hilang dalam kasus 1997/1998 tersebut," ujar Paian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Paian berpendapat, pemerintah telah mengabaikan perasaan para keluarga korban yang selama ini merana menanti kepastian akan hilang atau meninggalnya keluarga mereka. Untuk itu, dia tidak akan pernah menerima rekonsiliasi atas pelanggaran berat tersebut sebelum Kejaksaan Agung melakukan penyelidikan lebih lanjut dan membawa kasus ini ke meja hijau.

"Apakah pemerintah pernah membayangkan perasaan kami, para orang tua, yang sampai saat ini tidak mengetahui keberadaan anak kami?" tutur Paian.

Menurut Paian, membawa kasus pelanggaran berat tersebut ke pengadilan sangat penting setelah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menemukan ada pelanggaran untuk tujuh kasus ini. "Kami akan berjuang dengan Komnas HAM," kata Paian.

Tujuh kasus pelanggaran HAM berat yang dimaksud Paian, yaitu: tragedi Semanggi I dan II 1998/1999, kerusuhan Mei 1998, penghilangan orang secara paksa 1997/1998, penembakan misterius 1982-1985, peristiwa 1965-1966, kasus Talangsari-Lampung 1989, dan Wasior Wamena 2001/2003.

Kekecewaan juga dirasakan Maria Catarina Sumarsih, keluarga korban tragedi Semanggi I 1998. Menurut Maria, niat rekonsiliasi tersebut telah melanggengkan impunitas akan pelanggaran berat kasus HAM. "Meski Presiden Joko Widodo punya niat menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat, bila tidak didukung oleh pembantunya, maka akan berat dilaksanakan," kata Maria.

Upaya rekonsiliasi, lanjut Maria, adalah cara pemerintah melindungi para pelaku pelanggaran HAM berat.

Ruyati Darwin, kerluarga korban kerusuhan Mei 1998, meminta Jokowi menepati janji dalam penegakan HAM. "Selama ini pemerintah tidak pernah bertanggung jawab atas pelanggaran HAM yang terjadi di negeri ini. Meski sudah tua, kami akan terus berjuang," ujar Ruyati.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah berencana membentuk tim untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) di masa lalu. Tim tersebut terdiri atas Komnas HAM, Jaksa Agung, Polri, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan masyarakat. Salah satu opsi penyelesaian yang ditawarkan pemerintah adalah rekonsiliasi. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER