Akbar: Trah Soeharto Bukan Keunggulan Tommy di Golkar

Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Kamis, 23 Apr 2015 13:01 WIB
Dalam beberapa kali perbincangan dengan Elza Syarief, orang kepercayaannya, Tommy mengatakan tak ingin diminta memimpin Golkar karena uang yang ia punya.
Putra bungsu mendiang Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy, mengincar kursi Golkar 1. (Getty Images/Edy Purnomo)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Dewan Pertimbangan Golkar Munas Bali, Akbar Tandjung, menyatakan Golkar bukan partai dinasti sehingga trah Soeharto dalam diri Hutomo Mandala Putra alias Tommy tak bakal jadi keuntungan bagi putra bungsu mendiang Presiden Soeharto itu andai ia maju menjadi calon Ketua Umum Golkar.

“Reformasi telah membawa perubahan mendasar bagi Golkar. Soal trah sudah tidak relevan dimasukkan dalam konteks Golkar. Ada cut-off  dari era Orde Baru ke era Reformasi,” kata Akbar di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (23/4).

Mantan Ketua Umum Golkar yang menulis buku ‘The Golkar Way: Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi’ itu mengatakan paradigma perjuangan baru Golkar membuat siapa pun kader partai beringin berhak dan punya peluang untuk menjadi ketua umum, tak peduli dia keturunan siapa atau berlatar belakang apa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Jadi bisa saja Tommy maju lagi dalam bursa pencalonan Ketua Umum Golkar. Tapi status Tommy sebagai anak Soeharto tak jadi keunggulan,” ujar Akbar.

Akbar lantas menyebutkan nama-nama Ketua Umum Golkar pasca reformasi: Akbar Tandjung (periode 1999-2004), Jusuf Kalla (2004-2009), dan Aburizal Bakrie (2009-2014). Dari deretan nama itu, kata Akbar, tak ada satu pun yang berkerabat dengan Soeharto, presiden kedua RI yang juga penasihat Golkar semasa Orde Baru.

“Itu membuktikan (kursi ketua umum) Golkar terbuka bagi siapa pun yang tidak memiliki hubungan dengan Pak Harto,” kata Akbar.

Simak selengkapnya FOKUS: Jalan Tommy ke Pucuk Beringin

Jika Musyawarah Nasional Luar Biasa Golkar jadi digelar Oktober 2016 seperti amanat Mahkamah Partai Golkar dan Tommy mencalonkan diri menjadi ketua umum, maka itu bukan kali pertama sang ‘Pangeran Cendana’ maju bertarung berebut kursi Golkar 1.

Ia telah punya pengalaman menjadi kandidat Ketua Umum Golkar pada Munas Golkar 2009 di Riau. Ketika itu ia maju bersama Surya Paloh, Aburizal Bakrie, dan Yuddy Chrisnandi. Namun dia dan Yuddy langsung tersingkir karena tidak memperoleh satu pun suara. Pertarungan akhirnya dimenangkan Aburizal alias Ical.

Justiani, mantan Ketua Tim Sukses Tommy di Munas Riau, mengatakan sejak awal sadar peluang Tommy menang amat kecil. Sebab saat itu Tommy baru sebulan bebas dari Nusakambangan setelah dipidana atas kasus hukum yang sempat menjeratnya, dan waktu menyiapkan diri menuju Munas amat mepet.

Meski gagal, Tommy setidaknya telah tahu seluk-beluk pertarungan politik partai. Belakangan ini dia pun kembali gencar melakukan manuver politik, misalnya bertemu Ical dan petinggi kubu Munas Ancol serta mengumpulkan Dewan Pimpinan Daerah I Golkar tingkat provinsi se-Indonesia. (Baca cerita Elza: Tommy Soeharto Bisa Pimpin Golkar, Sudah Bertemu DPD I)

Elza Syarief, orang kepercayaan Tommy selama 20 tahun terakhir, mengatakan Tommy beberapa kali melontarkan pernyataan serupa di saat senggang. “Dia ingin jika masuk lagi ke Golkar dan diminta memimpin Golkar, itu bukan karena pertimbangan uang yang ia punya, tapi karena Golkar memang butuh dia,” ujar pengacara kondang itu.

Bukan rahasia bahwa Golkar memiliki banyak kader pengusaha. Dua Ketua Umum Golkar sesudah Akbar Tandjung –Jusuf Kalla dan Aburizal Bakrie– berasal dari kalangan pengusaha. Modal para kader pebisnis itu juga yang selama ini ikut membangun dan mempertahankan eksistensi Golkar sebagai partai besar.

Baca juga Rencana Tommy: Bangun Universitas Soeharto, Pimpin Golkar (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER