Jakarta, CNN Indonesia -- Eksekusi terpidana mati kasus narkoba tahap kedua tinggal hitungan jam. Satu di antara sembilan terpidana yang akan menghadapi regu tembak di Nusa Kambangan adalah Zainal Abidin. Dia lah satu-satunya terpidana mati yang merupakan warga negara Indonesia.
Berbeda dengan kedelapan terpidana mati lainnya, hanya Zainal yang terlibat dalam kasus kepemilikan narkoba jenis ganja. “Rekan-rekan” senasib Zainal tersangkut kasus narkoba jenis heroin, sabu, atau ekstasi.
Sejak terjerat perkara narkoba tepat 15 tahun lalu, kini perjalanan panjang pria asal Palembang, Sumatera Selatan, itu akan berakhir. Zainal bakal diterjang timah panas dari senjata laras panjang sang eksekutor setelah Peninjauan Kembali (PK) yang diajukannya ditolak oleh Mahkamah Agung. "Menolak Peninjauan Kembali Zainal Abidin," kata juru bicara MA, Suhadi kepada wartawan di Gedung MA, Jakarta, Senin (27/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zainal ditangkap di rumahnya di Kelurahan Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, akibat kasus kepemilikan ganja, pada 21 Desember 2000. Bersama barang bukti 58,7 kilogram ganja, ditangkap pula istri Zainal yaitu Kasyah dan teman Zainal yang dari Aceh, Aldo. Mereka diseret ke meja hijau dan majelis PN Palembang menjatuhkan hukuman untuk Zainal 18 tahun penjara, Kasyah 3 tahun, dan Aldo 20 tahun penjara. Zainal pun mengajukan banding.
Nasib baik jauh dari Zainal. Di tingkat banding, hukuman Zainal diubah menjadi hukuman mati. Vonis mati ini kemudian dikuatkan oleh putusan Mahkamah Agung (MA). Tak terima dengan hukuman yang lebih berat, Zainal lalu mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Upaya hukum luar biasa berupa permohonan Peninjauan Kembali diajukan Zainal pada 2 Mei 2005. Lagi-lagi nasib buruk menimpa Zainal. Pengajuan PK Zainal “macet” bertahun-tahun karena berkasnya terselip. Belakangan diketahui PK Zainal terselip di PN Palembang. Setelah ditemukan, PK Zainal segera dikirim ke MA dengan Nomor 65 PK/Pid.Sus/2015. PK tersebut diputus hanya dalam beberapa hari.
Pada Desember 2014, Zainal mengajukan grasi ke Presiden Joko Widodo, dan hasilnya ditolak. Penolakan sang Presiden itu bersamaan dengan penolakan seluruh grasi gembong narkoba menyusul terbitnya Keputusan Presiden pada 2 Januari 2015 yakni Keppres Nomor 2/G Tahun 2015.
Adapun permohonan PK yang diajukan Zainal ditolak pada 27 April 2015. MA menyatakan menolak PK Zainal karena dijatuhi hukuman mati karena terbukti menjadi pedagang ganja kelas kakap. Penolakan PK ini, menurut Jaksa Agung HM Prasetyo, bertujuan untuk memperlancar proses hukum yang ada.
(obs)