Jakarta, CNN Indonesia -- Sama seperti eksekusi mati gembong narkotik gelombang pertama, hanya satu warga negara Indonesia yang dihukum mati di gelombang kedua ini, yakni Zainal Abidin. Selain satu-satunya warga negara Indonesia, Zainal, juga memiliki perbedaan diantara terpidana mati lainnya.
Pertama, dia satu-satunya terpidana mati yang narkotiknya adalah ganja. Terpidana yang lain karena sabu, heroin atau ekstasi. Zainal ditangkap di rumahnya di Kelurahan Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, akibat kasus kepemilikan ganja, pada 21 Desember 2000. Bersama barang bukti 58,7 kilogram ganja, ditangkap pula istri Zainal yaitu Kasyah dan teman Zainal yang dari Aceh, Aldo.
Yang kedua, Zainal adalah satu-satu terpidana mati yang hukuman awalnya di pengadilan negeri adalah penjara 18 tahun, bukan hukuman mati. Namun karena dia mengajukan banding, akhirnya Zainal pun menghadap regu tembak di Nusakambangan Rabu (29/4) dini hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut adalah perjalanan Zainal hingga dia dieksekusi mati di Nusakambangan.
21 Desember 2000Zainal ditangkap bersama 58,7 kg ganja di rumahnya di Palembang.
13 Agustus 2001Zainal divonis 18 tahun oleh PN Palembang.
4 September 2001Dia divonis PT Palembang hukuman mati.
2 Mei 2005Zainal mengajukan PK ke Mahkamah Agung.
Desember 2014Zainal mengajukan grasi ke Presiden Jokowi.
2 Januari 2015Grasi Zainal ditolak dengan Keppres Nomor 2/G Tahun 2015
25 April 2015PK kedua Zainal ditolak MA.
Baca juga:
Nasib Zainal Abidin, dari Vonis 18 Tahun ke Eksekusi MatiAir Mata dan Zuhur Terakhir Zainal Bersama KeluargaFOKUS:
Bergerak Menuju Regu Tembak (hel)