Jakarta, CNN Indonesia -- Protes terhadap rencana Kejaksaan Agung menembak mati para terpidana makin keras menjelang saat detik-detik akhir eksekusi. Salah satu protes keras yang cukup menyita perhatian publik, bahkan hingga mengundang simpati selebriti Indonesia, adalah rencana mengeksekusi mati Mary Jane Fiesta Veloso.
Terpidana mati asal Filipina itu harus siap menghadapi regu tembak di usianya yang terbilang muda, 30 tahun, lantaran kedapatan menyelundupkan 2,6 kilogram heroin. Lahir di Baliung Bulacan, Filipina, 10 Januari 1985, Mary Jane pasti tak menyangka hidupnya akan berakhir tragis.
Para pegiat hak asasi manusia (HAM) dan aktivis perempuan mengecam sikap Presiden Joko Widodo yang berkeras mengabaikan permohonan grasi Mary Jane. Pasalnya, ada dugaan kuat bahwa Mary Jane merupakan korban perdagangan perempuan hingga dipaksa menjadi kurir narkotik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut rangkuman perjalanan hukum Mary Jane hingga menghadapi regu tembak Kejaksaan Agung, Rabu dini hari (28/4):
25 April 2010Ditangkap di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta, karena kedapatan membawa 2,6 kilogram heroin.
11 Oktober 2010Divonis mati Pengadilan Negeri Sleman karena terbukti melanggar Pasal 114 ayat 2 UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
23 Desember 2010Pengadilan Tinggi Yogyakarta menguatkan putusan PN Sleman, Mary Jane tetap dihukum mati.
31 Mei 2011Putusan kasasi Mahkamah Agung kembali menguatkan putusan PN Sleman dan PT Yogyakarta.
31 Desember 2014Presiden Joko Widodo menolak grasi Mary Jane lewat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 31/G.
25 Maret 2015Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Mary Jane.
24 April 2015Mary Jane tiba di LP Besi, Nusakambangan, Cilacap.
27 April 2015PK kedua yang diajukan Mary Janed tidak diterima PN Sleman dengan pertimbangan, PK hanya bisa diajukan satu kali. Presiden Jokowi menegaskan eksekusi terhadap Mary Jane tetap akan dilakukan meski Presiden Benigno Aquino III meminta eksekusi dibatalkan.
(rdk)