Balai Pemasyarakatan Dinilai Tak Optimal Bina Penghuni Anak

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Rabu, 06 Mei 2015 12:15 WIB
Selama ini dinilai tidak ada pertanggungjawaban yang jelas dari petugas Balai Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.
Sejumlah warga binaan berada di dalam sel Lapas Kelas II B Tegal, Jawa Tengah, Jumat (18/4) malam. Menurut Kalapas Tegal, Subintoro lapas Tegal saat ini dihuni 178 warga binaan, padahal semestinya hanya bisa menampung 169 warga binaan. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Jakarta, CNN Indonesia -- Balai Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM dinilai tidak optimal membina penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) kategori anak. Alasannya, tak ada pertanggungjawaban yang jelas dari petugas balai.

"Struktur organisasi Kemenkumham tidak sesuai dengan perkembangan organisasi. Harusnya ada tanggung jawab petugas pemasyarakatan di balai pemasyarakatan yang melakukan pembinaan, penilaian, dan pemberian remisi," kata mantan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Handoyo Sudrajat saat jumpa pers pengunduran diri di kantornya, Jakarta, Selasa (5/5).

Untuk penghuni lapas anak, Handoyo menegaskan perlu ada laporan penilaian sebagai dasar pemberian rekomendasi pemberian keringanan hukuman. Bahkan, dalam UU Sistem Peradilan Anak, putusan majelis dapat dibatalkan jika tak disertai data penelitian masyarakat yang dilakukan oleh petugas balai.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Putusan majelis yang menangani juga bisa batal kalau tidak menyertakan data penelitian dan sudah harus menyerahkan data itu 3 x 24 jam," katanya.

Terlebih, undang-undang melindungi tindak pidana anak untuk tak dipenjara. "Anak itu bisa dikategorikan di bawah 18 tahun. Ada restorative justice, jadi tidak perlu anak masuk tahanan tapi bisa terjadi penyelesaian antara keluarga korban dan pelaku," ujarnya.

Selain itu, menurut Handoyo, minimnya efektifitas balai pemasyarakatan juga terjadi lantaran tak terpenuhinya standar kuantitas balai di tiap kabupaten dan kota. "Harus ada balai pemasyarakatan di setiap kabupaten/kota. Di Indonesia ada 530 kabupaten atau kota, sementara balai pemasyarakatan yang ada hanya 71 dengan jumlah petugas yang sangat minim," tuturnya.

Setiap balai memerlukan setidaknya 30 orang dari jabatan struktural dan tenaga pembimbing. Artinya, dalam waktu lima tahun masa transisi, harus dibangun 400-an balai pemasyarakatan. “Setiap tahun ada sekitar 80 unit. Jadi perlu 1.200 sumber daya manusia untuk balai saja," ucapnya.

Fenomena tersebut menuai konsekuensi. Sel anak kerap dicampur dengan sel orang dewasa. Apabila tak dicampur, letak sel keduanya berdekatan. "Anak jadi bisa meniru perilaku dan perkataan narapidana dewasa,” katanya.

Solusinya, Handoyo menjelaskan, pemerintah diharapkan segera mencairkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 untuk Kementerian Hukum dan HAM untuk pembangunan balai dan perekrutan sumber daya manusia.

Kini, sebanyak Rp 449 miliar dana anggaran yang diajukan Kementerian Hukum dan HAM masih diberi tanda bintang oleh DPR. Artinya, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan belum dapat mencairkan dana. Alhasil, memasuki kuartal kedua tahun ini, pemerintah belum dapat membenahi infratruktur sekaligus peningkatan kapasitas dan kuantitas tenaga pemasyarakatan. (obs)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER