Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo menggelar rapat bersama para pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. Selain membicarakan soal mengajukan usulan revisi Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, dibahas juga soal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan permasalahan legislasi.
Dalam konferensi pers usai pertemuan, Ketua DPR Setya Novanto mengungkapkan, masih ada 37 legislasi yang saat ini masih belum selesai. Namun, menurut dia, letak permasalahan bukan terletak pada legislatif, melainkan eksekutif.
"Bukan karena DPR yang belum selesai, karena DPR sudah melakukan suatu pekerjaan yang cukup lama, cukup hati-hati, dan cukup kerja keras. Namun, kami minta kepada Bapak Presiden adalah menteri-menteri yang terkait itu untuk bisa segera aktif menyelesaikan (permasalahan) di dalam legisasi," ujar Setya di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (18/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Permasalahan legislasi yang dimaksud, lanjut Setya, di antaranya adalah masalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjadi tanggung jawab Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly.
"Yang telah dijanjikan bulan April menyerahkan adalah yang berkaitan dengan masalah proposal atau hal-hal yang berkaitan dengan pengkajian atau naskah. Sampai sekarang masih belum diserahkan. Jadi Bapak Presiden akan minta kepada Menteri Hukum dan HAM untuk segera mungkin," kata dia.
Tak hanya permasalahan KUHAP, ucap Setya, disinggung juga soal inisiatif pemerintah dan DPR yang berkaitan dengan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), tax amnesty, juga Undang-Undang Perbankan. "Kami mohon juga bisa mempercepat ampres (amanat Presiden), sehingga bisa ditindaklanjuti oleh DPR," ujar dia.
Sementara soal APBN, Setya menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang terkait dengan nomenklatur dan organisasi yang hingga saat ini belum selesai. "Kami mohon untuk bisa segera menyelesaikan reorganisasi yang ada, karena ini menyangkut masalah penyerapan," kata dia.
Poin terakhir yang dibahas oleh Jokowi dan para pimpinan DPR adalah terkait pengajuan revisi Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. "Ini memberikan pendapat yang paling lama. Dan juga sudah diberikan pendapat oleh Mendagri. Ini akan menjadi pertimbangan Pak Presiden," ujar dia.
Ketua Komisi II DPR bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria, Rambe Kamarul Zaman, mengatakan pengajuan revisi undang-undang ditujukan agar pilkada dapat berlangsung efisien dan efektif.
Setya mengungkapkan, terdapat beberapa usulan dari paripurna, yaitu soal pengungsi Rohingya atau manusia perahu yang terombang-ambing di dekat wilayah perairan Indonesia, soal Palestina, dan soal tes keperawanan sebagai syarat perempuan masuk prajurit TNI. "Artinya, apa yang paripurna kami sampaikan ke Presiden untuk memberikan suatu komunikasi antara DPR dan pemerintah. Komunikasi ini terus kami tingkatkan," kata dia.
(sip)