Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat politik Arya Fernandes menilai Musyawah Nasional Luar Biasa (Munaslub) dapat menjadi langkah yang paling efektif untuk menyelesaikan kisruh dualisme yang terjadi di Partai Golkar.
"Munaslub yang paling efektif untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan yang sudah sangat tajam ini," kata Arya saat dihubungi.
Rekomendasi tersebut diberikan karena dia tidak melihat adanya itikad di antara kedua pengurus Partai Golkar untuk benar-benar merealisasikan islah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, baik kubu Agung Laksono atau Aburizal Bakrie lebih memilih untuk tetap menempuh jalur hukum untuk mengakhiri dualisme yang terjadi kurang lebih selama enam bulan ini.
"Saya tidak melihat ada itikad bersama untuk melebur. Masing-masing masih bersikukuh menyelesaikan lewat pengadilan," ujar Arya.
Dia juga menilai permasalahan dualisme tak hanya terjadi di pusat, namun mulai mengakar hingga ke daerah-daerah. Dibentuknya kesepakatan islah sementara dan Tim Penjaringan jelang Pilkada 2015 dinilai bukan jalan yang tepat untuk Golkar.
Setidaknya, ada lima hal yang membuat kesepakatan islah terbatas yang telah ditanda tangani oleh Agung dan Ical sulit untuk direalisasikan. Pertama adalah dalam menentukan calon pasangan yang akan diusung.
"Masing-masing kandidat itu sudah mempunyai afiliasi politik masing-masing. Ada yang di Ical, dan ada yang di Agung," katanya.
Hal kedua adalah sudah terpolarisasi dewan pimpinan daerah (DPD) secara masif yang menyebabkan akan sulit untuk mencari kata sepakat dalam mengusung calon. "Apa yang menjadi tolak ukur agar pengusungan nanti fair dan proporsional," ujar Arya.
Kemudian, lanjut Arya, hal ketiga yang membuat islah terbatas tersebut direalisasikan adalah akan sulitnya rekonsiliasi pada level koalisi dalam pengusungan calon kepala daerah.
"Di beberapa daerah Golkar ada yang bisa masuk tanpa koalisi, tapi di daerah lain kan harus berkoalisi. Ke KIH atau ke KMP?" ujarnya.
Hal keempat adalah tentang afiliasi kepala daerah setelah proses pemilihan. Arya pun mempertanyakan apakah para kepala daerah tersebut akan masuk ke dalam kepengurusan Agung, Ical atau peleburan dari keduanya.
Hal kelima dan menjadi hal yang cukup penting adalah mengenai dukungan dana dan dukungan politik. Menurutnya, bukan tidak mungkin ada perasaan setengah hati di saat kubu Agung harus mendukung calon yang merupakan kader Ical, dan begitu juga sebaliknya.
"Kalau di satu daerah yang diusung kubunya Agung tentu kubunya Ical akan setengah hati juga untuk mendukung pendanaan dan mobilisasi massa. Begitu juga sebaliknya," kata Arya.
(meg)