Jakarta, CNN Indonesia -- Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat terkejut dengan penetapan status tersangka pada bekas Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara Dahlan Iskan. Komisi VII DPR sebagai mitra kerja PLN berharap kebenaran yang sesungguhnya dapat terungkap.
“Tentunya kaget mendengar kabar itu. Kami berharap semoga kebenaran dari kasus ini bisa terungkap dengan sebenarnya,” kata anggota Komisi VII DPR Aryo Djojohadikusumo kepada CNN Indonesia, Jumat (5/6).
Politikus Partai Gerindra ini juga mengaku sedih karena adanya lagi mantan menteri yang juga bekas Direktur Utama PLN menjadi tersangka. Sebelum Dahlan menjadi tersangka, dirut PLN sebelumnya yaitu Eddie Widiono juga terjerat kasus hukum dan divonis lima tahun penjara.
(Baca juga: Dahlan Iskan Resmi Tersangka Kasus Gardu Induk)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Saya pribadi sedih, kok ada lagi yang tersangkut masalah hukum,” tutur Aryo yang komisinya membidangi energi ini.
Aryo pun mengharapkan semua pihak memegang asas praduga tak bersalah. “Sebaiknya kita semua junjung tinggi asas itu,” ucap dia.
Lebih jauh dia mengingatkan proses hukum masih berjalan dan tidak bisa dipengaruhi oleh pihak siapapun.
(Baca juga: Dua Jeratan Jaksa Jadikan Dahlan Iskan Tersangka)Dahlan Iskan resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terkait kasus dugaan korupsi pengadaan dan pembangunan gardu induk Jawa, Bali dan Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013.
Kepala Kajati DKI Jakarta Adi Togarisman menyatakan tim penyidik menetapkan bahwa Dahlan Iskan telah memenuhi syarat untuk menjadi tersangka berdasarkan dua alat bukti.
Kejati DKI Jakarta telah menetapkan 15 tersangka atas kasus yang terjadi di PT Perusahaan Listrik Negara ini. Sepuluh di antaranya telah masuk ke tahap penuntutan dan berkas telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
(Baca: Dahlan Iskan Bersaksi soal Dugaan Korupsi Gardu Induk PLN)Kasus yang menyeret Dahlan ini berawal ketika perusahaan pelat merah tersebut melakukan pembangunan 21 gardu induk pada unit pembangkit dan jaringan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Pembangunan ini dilakukan dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar lebih dari Rp 1 triliun untuk tahun anggaran 2011-2013. Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan DKI Jakarta, kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan sebesar Rp 33,2 miliar.
Para tersangka pun kini disangka dengan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
(obs)