Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Effendi Simbolon mengatakan uji kelayakan dan kepatutan pada Ketua PKPI Sutiyoso tidak akan menyoal insiden Kudatuli. Dalam insiden tersebut, muncul dugaan keterlibatan Sutiyoso, saat itu menjabat Panglima Kodam DKI, atas penyerangan kantor PDIP.
"Itu ada kamar sendiri untuk menelaah apakah keterlibatannya aktif atau pasif, atau hal yang menjadi unsur pidana," kata Effendi, Jumat (12/6).
Saat ini, Presiden Jokowi telah resmi mencalonkan Sutiyoso sebagai calon tunggal Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(Lihat Juga: DPR Pertanyakan Sistem Intelijen Kepemimpinan Sutiyoso)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Effendi mengatakan uji kepatutan dan kelayakan pada calon bos nomor satu di BIN tersebut akan terkait dengan rekam jejak, dasar pengusulan serta target yang akan dilakukan oleh Sutiyoso pada saat memimpin di BIN.
Terkait dengan tragedi Kudatuli, Effendi mengatakan dirinya memang sangat berharap agar masalah tersebut dapat segera dituntaskan. Effendi berharap agar latar belakang dan fakta sejarah atas kejadian tersebut dapat terungkap. Menurutnya tragedi itu bukan hanya bencana bagi PDI Perjuangan saja, namun juga bagi Indonesia.
(Lihat Juga: Pengamat Intelijen Ragukan Kapabilitas Sutiyoso)
Berdasarkan laporan akhir Komnas HAM tentang pertemuan tanggal 27 Juli 1996 adalah peristiwa pengambilalihan secara paksa kantor DPP PDIP di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat yang saat itu dipenuhi massa Megawati Soekarnoputri atau dikenal dengan dua puluh tujuh Juli (Kudatuli).
Sutiyoso yang saat itu menjabat sebagai Panglima Daerah Militer Jaya diduga memimpin penyerangan.
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Tubagus Hasanuddin mengatakan dirinya nanti akan memberikan saran kepada Sutiyoso agar tidak menggunakan sistem pendekatan intelijen seperti pada Kudatuli yang lalu.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan yang diperkirakan akan dilakukan pada pekan depan ini, TB Hasanuddin mengatakan dirinya pun akan mempertanyakan sistem apakah yang nantinya akan digunakan oleh mantan Gubernur Jakarta itu pada saat memimpin badan intelijen nanti.
(utd)