Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria mengaku kecewa atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menganulir larangan seorang calon kepala daerah berkonflik kepentingan dengan petahana. Riza mengatakan selama ini DPR terutama Komisi II telah menjelaskan ke pimpinan MK apa yang menjadi dasar larangan itu dalam konteks politik dinasti.
Para hakim MK menilai larangan itu bertentangan dengan Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945, yang mengatur dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Dengan dianulirnya larangan itu, maka keluarga sedarah dari kepala daerah seperti ayah dan anak, suami dan istri dapat turut mencalonkan diri sebagai kepala daerah dalam Pilkada yang akan dilakukan secara serentak pada 9 Desember 2015 mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seolah-olah keadilan dan demi HAM, MK tidak memikirkan politik dinasti bisa menyebabkan pemiskinan, pembodohan dan tidak mensejahterakan masyarakatnya," ucap Riza, Rabu (8/7).
Ia mengatakan fakta di lapangan telah membuktikan petahana benar-benar memiliki kekuasaan dan otoritas terutama dalam menempatkan pejabat dari level bawah hingga level atas. Hal ini pun yang nantinya berkaitan dengan penggunaan anggaran.
Politikus Partai Gerindra mengatakan petahana dapat menginstruksikan para bawahannya untuk memenangkan keluarganya dalam pemilihan kepala daerah nanti.
Meskipun kecewa, Riza mengaku tidak ada lagi upaya yang dapat dilakukan oleh Komisi II DPR terkait putusan itu. Hal itu dikarenakan putusan MK bersifat final dan mengikat. Ia hanya berharap para pimpinan partai politik tidak akan memperbolehkan calon-calon incumbent untuk maju lagi.
Riza pun mengimbau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar memberikan laporan yang tepat secara cepat apabila ada incumbent dan keluarganya yang mencalonkan diri. Imbauan juga diberikan kepada lembaga-lembaga swadaya masyarakat, media dan lembaga penegak hukum pada kasus-kasus kepala daerah.
"Agar mengumumkan kasus-kasus dan tidak dimenangkan dan masyarakat tidak mau memilih lagi boneka yang dijagokan oleh inkumben," tuturnya.
(pit)