Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Bandar Udara Wilayah II Medan Usman Nasir mengatakan aktifnya Gunung Sinabung tidak mempengaruhi penerbangan yang ada di bandara tersebut. Hal ini disampaikan pada live video conference, di Pusat Koordinasi Monitoring Kementerian Perhubungan dari Posko Bandara Kuala Namu Medan, Kamis (16/7).
"Gunung Sinabung aktif tidak berpengaruh kepada penerbangan. Pelayanan penumpang berangkat dan datang normal terkendali," katanya.
Selain itu, ia menyatakan bahwa Bandara Kualanamu Medan telah melewati puncak arus mudik yang terjadi pada Selasa dan Rabu (H-3 dan H-2) kemarin. Ia menambahakan jam favorit para calon penumpang terjadi pada pukul 17.00 WIB hingga 19.00 WIB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mengantisipasi kepadatan penumpang seperti dua hari sebelumnya, hari ini pihak Bandara Kuala Namu menyiapkan penambahan ekstra sebanyak delapan pesawat untuk domestik dan satu untuk penerbangan internasional.
Walaupun begitu, Usman mengakui tidak ada penerbangan yang ditunda atau pembatalan penerbangan selama posko Lebaran ini berjalan.
"Tidak ada delay yang signifikan, yang lebih dari 30 menit, kecuali pada saat insiden terbakarnya Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta," ujar Usman.
Data penerbangan di Bandara Kualanamu mencatat jumlah penumpang domestik yang datang pada musim mudik ini sebanyak 10.866 penumpang. Hal ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2014, yang sebanyak 10.316 penumpang.
Sementara itu, jumlah keberangkatan tercatat sebanyak 10.322 penumpang. Hal ini juga meningkat dibandingkan tahun 2014, sebanyak 8.908 penumpang. Secara keseluruhan jumlah peningkatan penumpang sebanyak 14,89 persen dari tahun lalu.
Gunung Sinabung yang meletus sejak 2010 lalu belum menunjukkan tanda-tanda berhenti. Bahkan diperkirakan, letusan akan terjadi hingga lima tahun ke depan. Untuk itu, pemerintah akan memindahkan 2.053 kepala keluarga (KK) dari tujuh desa di sekitar Gunung Sinabung .
Pemindahan warga itu karena pemerintah membuat Pembangunan hunian tetap yang dikhususkan bagi warga yang belum mau mengungsi. Kebanyakan kaum pria dengan alasan harus mengurus lahan pertanian yang jadi sumber mata pencaharian. Agar bisa sambil menggarap lahan pertanian, warga desa ini tinggal di jambur atau balai pertemuan warga.
(hel)