Jakarta, CNN Indonesia --
Lebaran memasuki hari ketiga. Sebagian umat Islam yang beruntung sudah menikmati indahnya berkumpul bersama keluarga di kampung halaman. Opor ayam dan lontong juga sudah dilahap berkali-kali.
Namun tidak bagi Purwanto (40). Kamis (16/7) malam, di saat orang-orang sibuk takbiran, Purwanto malah sibuk bekerja. Mata pencahariannya sebagai petugas keamanan gedung perkantoran tidak bisa ditinggal.
Mudik dan Lebaran di rumah rasanya terlalu muluk baginya. Sejak bekerja sebagai satpam pada 2004, Purwanto mengaku hanya tiga kali punya kesempatan mudik dan Lebaran di kampung halamannya, Pacitan, Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia tidak selalu punya kesempatan untuk mengambil libur di saat Idul Fitri. Kalau beruntung, dia akan segera memesan tiket dan mudik ke Pacitan. Bila tidak, ia sendirian di ibu kota dengan bertemankan secangkir kopi dan mie instan di malam takbiran.
"Sedih rasanya. Kadang ya, nangis. Malam takbiran kok masih tugas. Mau gimana lagi, Ini semua juga demi keluarga," kata Purwanto dengan mata berkaca-kaca.
Padahal, kata Purwanto, Lebaran adalah saat yang paling ia tunggu-tunggu setiap tahunnya. Ia selalu berharap bisa mendapatkan jatah libur di saat Lebaran agar bisa berkumpul dengan istri, dua anak, dan seorang cucu di kampung.
"Kalau sudah begitu, cuma bisa telepon keluarga untuk bersilaturahmi. Orang lain seneng-seneng, tapi saya jaga. Jaga pun sepi, enggak ada apa-apa," katanya.
Meski begitu, Purwanto mengatakan satpam tidak boleh meremehkan jaga malam di saat Lebaran. Meski sepi, kata Purwanto, ada saja orang yang sengaja memanfaatkan momen untuk melakukan kejahatan.
Pengalaman serupa juga dirasakan oleh Aiptu Zaenudin (52), polisi dari Polsek Sawah Besar. Tahun ini, Zaenudin kebagian patroli di saat Salat Ied. Ia menjaga keamanan di sekitar Masjid Istiqlal Jakarta."Sedih dan haru, itu yang saya rasakan karena tidak bisa Salat Ied di hari yang suci ini," katanya.
Terkadang, keluarga Zaenudin protes. Namun, mereka lambat laun menerima dan memaklumi pekerjaan Zaenudin yang menuntutnya bekerja di kala hari raya.
"Saya rasa Tuhan maha tahu. Pahala yang mengamankan pasti sama dengan yang Salat Ied. Tidak akan berkurang," katanya yakin.
Enam tahun lagi, Zaenudin akan pensiun. Ia benar-benar menantikan hari itu, di mana ia bisa menikmati Lebaran dan hari tua tanpa terganggu pekerjaan.
Lain lagi dengan Firmansyah, seorang pemuda asal Malang. Ia terpaksa tidak mudik dan Lebaran di kampung halaman lantaran masalah uang.
"Enggak ada dananya, gimana mau mudik," katanya. Alhasil, ia harus menelan kenyataan menjalani hari Lebaran selayaknya hari-hari biasa.
Baru sebulan ia mendapatkan pekerjaan sebagai tukang ojek. Sebelumnya, Firmansyah bekerja serabutan dan tidak terlalu banyak menghasilkan uang.
"Sekarang saya sudah dapat pekerjaan tetap. Semoga tahun depan bisa mudik dan Lebaran dengan keluarga di kampung," katanya penuh harap.
(meg)