FPI Minta Polisi Adil Tangani Insiden Tolikara

Joko Panji Sasongko | CNN Indonesia
Rabu, 22 Jul 2015 12:29 WIB
Keadilan dalam menegakkan kasus Tolikara, kata Front Pembela Islam, menandakan keseriusan Kepolisian dalam membangun toleransi antarumat beragama.
Satu peleton prajurit TNI dari Batalyon Infanteri 756/Winame Sili diterjunkan ke Distrik Karubaga, Tolikara, Papua, untuk membantu membangun kembali rumah yang hancur dan terbakar usai kerusuhan. (Detikcom/Yonif 756/WMS)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (FPI) Ahmad Shabri Lubis meminta Kepolisian menyelesaikan insiden Tolikara dengan seadil-adilnya. Hal tersebut, kata FPI, perlu dilakukan untuk mengantisipasi dampak yang lebih besar dari kasus itu. (Baca: Polri Tetapkan Tersangka Kasus Tolikara Hari Ini)

"FPI mendorong Kepolisian untuk menegakkan hukum yang berkeadilan, karena kami lihat ada pergeseran yang seakan-akan menganggap ini sebuah permasalahan kecil, tidak tahu dampak ke depannya," ujar Shabri. (Baca juga Menko Tedjo: Tolikara Sudah Damai, Hindari Solidaritas Sempit)

FPI mengatakan kerusuhan Tolikara membuat marah muslim karena mencoreng rasa keadilan dan kebebasan dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Komentar para pejabat jangan meredam-redam fakta saja, seolah seperti dialihkan. Itu namanya menyepelekan sehingga bisa memunculkan ketidakadilan," kata Shabri.

Shabri mengatakan, kasus intoleran terhadap umat Islam beberapa kali terjadi di wilayah Indonesia bagian timur. Oleh sebab itu ia berharap polisi bertindak serius dalam membangun toleransi antarumat beragama.

Shabri juga mengapresiasi tindakan cepat aparat kepolisian dalam menangani insiden di Tolikara. Namun ia tetap meminta pihak keamanan maupun pemerintah tidak menganggap remeh kasus-kasus dengan sentimen agama.

Saat Hari Raya Idul Fitri Jumat pekan lalu (17/7) terjadi penyerangan terhadap jemaah salat Id di Tolikara. Penyerangan membuat jemaah salat Id bubar, sementara para penyerang mereka lantas membakar beberapa bangunan rumah, kios, dan musala.

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti yang Minggu (19/7) menyambangi Tolikara mengatakan akar masalah insiden Tolikara salah satunya berada pada miskomunikasi antara polisi, GIDI, dan Bupati Tolikara. Hal itu bermula dengan keluarnya surat edaran yang ditandatangani oleh Presiden GIDI Dorman Wandikmbo pada 11 Juli --namun kemudian Presiden GIDI membantah mengeluarkan surat itu.

“Mengingat akan diselenggarakannya Seminar dan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Injili Pemuda Tingkat Pusat bertaraf nasional/internasional pada tanggal 15-20 Juli 2015, maka diminta kepada pihak muslim agar tidak melakukan kegiatan peribadatan di lapangan terbuka, tidak menggunakan pengeras suara, dan ibadahnya cukup dilakukan di dalam musala atau ruangan tertutup,” demikian kutipan isi surat edaran tersebut.

Menurut Badrodin, Kapolres Tolikara telah menerima surat edaran yang dikeluarkan GIDI tersebut. Isi surat itu kemudian dipertanyakan Polres kepada Bupati Tolikara yang saat itu sedang berada di Jakarta. Dari Jakarta, Bupati menghubungi panitia lokal GIDI untuk meminta penjelasan.

"Pendeta Martin, yakni panitia lokal di sana, setelah ditelepon Bupati mengatakan akan meralat (isi surat edaran). Ia menjelaskannya secara lisan ke Bupati untuk diteruskan ke Kapolres. Namun sampai kejadian Kapolres mengaku sama sekali tak ada  pemberitahuan," kata Badrodin.

Sampai Hari Idul Fitri, Kepolisian setempat tidak menerima informasi lanjutan soal surat edaran tersebut. (sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER