Defisit Air di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara akan Terus Naik

Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Rabu, 29 Jul 2015 08:01 WIB
BNPB memperkirakan pada 2020 defisit tersebut akan mencapai 44 miliar meter kubik di Jawa dan Bali dan 4,6 miliar meter kubik di Nusa Tenggara.
Salah satu telaga di Gunungkidul, Yogyakarta, mengalami kekeringan pada musim kemarau tahun ini. (Detik Foto/Bagus Kurniawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara diperkirakan akan mengalami kekurangan air hingga puluhan miliar meter kubik pada musim kemarau tahun ini. Defisit tersebut akan terus naik hingga 2020. 

Pulau Jawa dan Bali akan mengalami kekurangan air sebesar 18,79 miliar meter kubik pada 2015 ini. Sementara itu, Nusa Tenggara akan kekurangan air sebesar 0,44 miliar meter kubik.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan hal tersebut berarti ketersediaan air yang ada saat ini tidak mampu memenuhi semua kebutuhan air bagi penduduk setiap tahunnya, baik untuk kebutuhan rumah tangga, irigasi, industri, perkotaan dan kebutuhan lainnya. (Lihat Juga: Musim Kemarau Akan Berlangsung Panjang Tahun Ini)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun demikian, Sutopo menjelaskan kekeringan di musim kemarau bukanlah hal yang baru bagi Indonesia. Apalagi bagi beberapa daerah. Sejak 1995, data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tercatat sudah terjadi defisit air di Jawa dan Bali, ketika musim kemarau tiba. (Baca Juga: Sebagian Jawa, Bali dan NTT Mengalami Kekeringan Ekstrem)

"Sebenarnya kekeringan sudah menjadi hal rutin. Kajian dari 2005 wilayah Jawa dan Bali sudah defisit air," kata Sutopo di Jakarta, Selasa (28/7).

Jumlah penduduk di Pulau Jawa dan Bali yang mencapai lebih dari 50 persen dari populasi penduduk di Indonesia diperkirakan akan membuat banyak orang mengalami kekeringan. Sebab, kebutuhan air pun akan semakin tinggi jika penduduk semakin banyak. (Lihat Juga: Kekeringan Landa Delapan Provinsi di Indonesia)

Dari data 2007 ketersediaan dan kebutuhan air per tahun yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ketersediaan air di Jawa berjumlah sekitar 30 miliar meter kubik per tahun. Sementara kebutuhan air di Jawa pada tahun 1995, sebanyak 62 miliar meter kubik per tahun.

Fakta tersebut menunjukkan pada 1995, Pulau Jawa sudah mengalami defisit air sebesar 32 miliar kubik per tahun.

Tak hanya Jawa, di tahun yang sama, Pulau Bali juga mengalami defisit air.

Pada 1995, Pulau Bali memiliki ketersediaan air sekitar 1 miliar meter kubik per tahun. Sedangkan kebutuhannya mencapai sekitar 2,5 miliar per tahun. Artinya, pada 1995, Pulau Bali defisit air sekitar 1,5 miliar meter kubik per tahun.

Sutopo mengatakan defisit air ini pun masih terus berlanjut pada tahun berikutnya. Pada 2003, Jawa dan Bali mengalami defisit air sekitar 13 miliar meter kubik per tahun.

Namun, kali ini tidak hanya Jawa dan Bali. Data juga menunjukkan kalau Nusa Tenggara mengalami defisit air pada 2003. Dari total ketersediaan air sekitar 4,2 miliar meter kubik per tahun di musim kemarau, Nusa Tenggara membutuhkan 4,3 miliar meter kubik pada musim kemarau 2003.

"Diproyeksikan defisit air akan meningkat di masa mendatang karena bertambahnya penduduk, degradasi lingkungan, dampak perubahan iklim, dan lain-lain," ujar Sutopo.

Untuk ke depannya, BNPB memperkirakan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara juga masih akan mengalami kekeringan. Berdasarkan data proyeksi neraca air per pulau di Indonesia tahun 2020, Jawa dan Bali akan mengalami defisit air pada musim kemarau mencapai 44 miliar meter per kubik.

Sedangkan untuk Nusa Tenggara diperkirakan akan mengalami defisit air sebesar 4,6 miliar meter kubik pada musim kemarau 2020 mendatang.

Solusi Kekeringan

Untuk menghadapi kekeringan yang akan terjadi, BNPB sudah menyiapkan solusi jangka pendek dan solusi jangka panjang.

Dalam solusi jangka pendek, Sutopo menjelaskan BNPB akan melakukan distribusi air bersih dengan tangki air, perbaikan pipa, pembuatan sumur bor, pompanisasi, dan pembangunan bak-bak penampungan air hujan. BNPB juga akan membuat sumur resapan, pemanenan hujan, pembangunan embung, bahkan membuat hujan buatan jika memungkinkan.

"Tapi biasanya hujan buatan tidak laik karena tidak ada awan potensial untuk disemai," kata Sutopo.

Ada pun solusi untuk jangka panjang, BNPB merekomendasikan pemerintah untuk melakukan upaya menyeluruh dan komitmen politik yang kuat. Hal tersebut bisa dilakukan dengan pembangunan waduk, pengelolaan Daerah Aliran Sungai, serta konservasi tanah dan air.

"Cara ini bisa tiga puluh tahun," ujar Sutopo.

Sementara itu, Sutopo juga menjelaskan beberapa upaya yang tengah ditempuh untuk menangani bencana kekeringan yang sudah seperti agenda tahunan.

BNPB telah mendistribusikan mobil tangki ke beberapa BPBD Provinsi/Kabupaten/Kota untuk penguatan kapasitas.

"Dari Rp 75 miliar dana siap pakai yang dimiliki BNPB, Rp 50 miliar untuk mengadakan air bersih dan sisanya untuk memperbaiki bak penampungan," kata Sutopo.

Di sisi lain, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga akan membangun 49 unit waduk dan 33 PLTA, melakukan pembangunan dan peningkatan jaringan irigasi 1 juta hektar, dan rehabilitasi 3 juta hektar jaringan irigasi selama tahun 2015-2019.

Sedangkan Kementerian Pertanian akan membagikan 36 ribu unit pompa air, traktor dan perbaikan irigasi. (Lihat Juga: Kementan Siapkan 36 Ribu Pompa Air Atasi Kekeringan)

"Kami telah mempersiapkan beberapa langkah, diantaranya penyediaan pompa air sebanyak 36 ribu pompa air, traktor serta rehabilitasi jaringan irigasi tersier," kata Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian, Sumardjo Gatot Irianto, saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (28/7). (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER