Sumedang, CNN Indonesia -- Permasalahan uang pengganti untuk lahan rakyat yang terimbas proyek pembangunan Waduk Jatigede seolah tak pernah selesai. Beberapa fase telah dilewati. Miliaran duit pemerintah sudah terhambur.
Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo kembali menginstruksikan jajaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk segera menyelesaikan masalah duit pengganti. Ia ingin 1 Agustus mendatang Waduk Jatigede sudah bisa digenangi.
Untuk mengetahui lebih detil apa saja yang sudah dan bakal dilaksanakan termasuk oleh Pemerintah Kabupaten Sumedang, CNN Indonesia mewawancarai Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sumedang, Zainal Alimin yang juga menjabat Panitia Pengadaan Tanah (P2T). Berikut petikan wawancara khusus CNN Indonesia. (Baca juga:
'Rumah Hantu' Kisah Para Pemburu Rente di Jatigede)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejauh mana proses pembebasan lahan dan realisasi pemberian uang kerohiman?Sebenarnya urusan pembebasan tanah dan uang kerohiman bukan lagi tanggungjawab Pemkab maupun P2T. Tapi proses ini sudah menjadi tugas dari Pemerintah Pusat yang diwakili Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) serta pemilik proyek.
Sebagai pemerintah daerah (Sumedang), tentunya Pemkab masih harus membantu melakukan sosialisasi. Apalagi saat ini pemerintah mengkategorikan dua kelompok masyarakat yang akan menerima uang relokasi dan kerohiman.
Laporan di lapangan banyak masyarakat mengaku masih bingung karena ada persyaratan cukup sulit dipenuhi. (Infografis:
Berhambur Uang di Jatigede)
Bagaimana dengan upaya koordinasi antara Pemkab, Pemprov dan Kementerian PU&PR dalam hal pemberian uang ganti rugi dan kerohiman tadi?Sejumlah pihak termasuk Kementerian, Pemkab, Pemprov telah membentuk satuan kerja (satker) yang dibantu jajaran Muspida seperti Kejaksaan, Kepolisian dan Kementerian Agama. Nantinya tim ini akan mengawasi sekaligus ambil bagian jika di dalam pelaksanaan penggantian uang ada masalah.
Ambil contoh Kepolisian dan Kejaksaan yang memiliki tugas menjaga sekaligus memastikan agar uang yang diberikan tepat sasaran atau malah ’lari’ (digelapkan) kepada masyarakat yang tidak berhak. Kalau Kementerian Agama, tugasnya lebih pada memastikan status ahli waris penerima uang relokasi atau kerohiman.
Dulu juga ada Satgas (Satuan Tugas) untuk mempercepat pembangunan waduk. Tapi karena masalah Waduk Jatigede itu sudah (berlangsung) lama dan melibatkan beberapa generasi, jadi prosesnya (penggantian) tidak mudah seperti yang dibayangkan.
Upaya apa saja yang dilakukan Satker dan Pemkab saat ini?Saat ini Satker dan Pemkab masih terus melakukan sosialisasi dan verifikasi mengenai warga mana saja yang berhak mendapatkan uang kerohiman dan uang relokasi. Target kami 25 Juni selesai dan proses pembagian uang sudah bisa dimulai pekan depan.
Tapi kalau lihat situasi di lapangan sepertinya akan molor. Karena calon penerima uang pengganti itu mencapai 11 ribu kepala keluarga yang tersebar di beberapa kecamatan. Ada kecamatan Jatigede, Darmaraja, Wado, Jatinunggal. Anda bisa bayangkan bagaimana sulitnya mengurus data-data yang ada.
Apa saja kendala di lapangan?Seperti yang sudah saya katakan. Karena masalah waduk ini sudah berlarut dan berlangsung sejak 1960-an, jadi kami harus pintar-pintar melakukan verifikasi. Jangan sampai orang yang sebenarnya hanya mengontrak atau singgah malah mendapatkan ganti rugi yang besar. Kalau sudah begitu, masalah bukannya selesai malah bertambah. (Baca juga:
'Rumah Hantu' Kisah Para Pemburu Rente di Jatigede)
Sampai saat ini sudah berapa rumah yang sudah diberikan uang kerohiman dan pengganti?Saya pikir belum ada karena sekarang masih dalam tahap pendataan dan sosialisasi. Kalau penggantian yang dulu-dulu (periode sebelumnya) sudah, tapi saya tidak hafal angkanya.
Bukannya pak Jokowi sudah memberi deadline kalau 1 Agustus 2015 Waduk Jatigede sudah harus digenang?Di sini masalahnya. Kami juga mendengar bahwa deadline penggenangan ada di tanggal 1 Agustus. Tapi kalau kondisinya seperti ini, saya pikir sulit. Anda harus tahu banyak masyarakat belum mengerti (persyaratan) apa saja yang dibutuhkan Kepala Keluarga untuk memperoleh uang kerohiman. (Baca juga:
Siloka Jatigede dan Cerita Soal Bahaya Gempa)
Belum lagi, ada warga yang mengklaim bahwa mereka juga harus mendapatkan uang pengganti Rp 122 juta selain Rp 29 juta (kerohiman) karena merasa ahli waris yang sah. Sekarang (soal target) semuanya kami kembalikan ke (pemerintah) pusat.
Banyak pihak menuding bahwa lambatnya proses pemberian uang relokasi dan kerohiman terjadi karena minimimnya koordinasi antara Pemkab sebagai P2T, Pemprov hingga Kementerian PU&PR. Pandangan Anda?
Di saat seperti ini bisa saja orang berpikir demikian. Tapi ketika tahu situasi dan kondisi di lapangan, tentunya masyarakat juga akan memaklumi. Bukannya membela siapa-siapa, tapi Satgas dan Pemkab akan terus mengupayakan agar proses bisa berjalan optimal. (Infografis:
Beban Berat Relokasi dan Ganti Rugi Penghuni Jatigede)
Fokus:
Kisah Tiga Orde Waduk Jatigede (sip)