Sumedang, CNN Indonesia -- Dua makam yang terlapisi dinding keramik biru itu tak berada di sebuah komplek pemakaman umum. Keduanya terbaring pada sebuah ruangan di dalam sebuah rumah kosong tak berdinding,
Pondok tempat makam itu ada juga tak memiliki atap layaknya sebuah rumah biasa, konstruksi kayu pembentuk atapnya dibiarkan telanjang. Kebanyakan bahan penyokong pondok tanpa listrik itu terbuat dari bambu juga sedang atapnya genting.
(Baca juga: 'Pak Jokowi Saya Tunggu Bapak di Jatigede')
Yang membuat janggal, tak ada sekat ruangan apapun di dalam kamar. Tak ada kamar mandi ataupun kamar tidur, rumah itu kosong melompong. Alih-alih dilengkapi furnitur, sebuah pohon pisang tumbuh subur di tengahnya.
Rumah yang terkesan asal jadi itu berdiri di desa Pakualam dan Cipaku, Kecamatan Darmaraja, Sumedang. Masyarakat sekitar menyebut rumah hantu, satu singkatan dari ‘harapan tunai’. Wajar rupanya hal itu menjadi idiom baru, rumah-rumah ‘asal jadi’ tiba-tiba berdiri tanpa ada yang tahu siapa pemiliknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rumah hantu semacam itu, mulai bermunculan pada 2006. Pondok asal berdiri itu tiba-tiba saja tumbuh di lahan-lahan kosong yang rencananya bakal tenggelam seiring perendaman proyek bendungan Jatigede.
(Baca juga: Siloka Jatigede dan Cerita Soal Bahaya Gempa)Kementerian Pekerjaan Umum yang menyambangi wilayah genangan Waduk Jatigede pada akhir Juni 2015, sempat melakukan kalkulasi. Hasilnya, menurut Kepala Balai Besar wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung Trisasongko Widianto, ada sekitar 11.000 rumah hantu yang harus dibereskan oleh kementerian.
“Itu memberikan masalah, warga di luar daerah terdampak tiba-tiba bikin rumah agar dapat penggantian dari Pemda (Bappeda) saat ada survei,” kata Rudi Brata Manggala yang tergabung dalam Komunitas Intelektual Muda se-Jatigede, saat CNN Indonesia berkunjung ke kediamannya, di Desa Pakualam, di pertengahan Ramadan lalu.
 Rumah hantu yang ditemukan CNN Indonesia di kawasan yang bakal direndam proyek bendungan Jatigede. (CNN Indonesia/Hafizd Mukti Ahmad) |
Pernyataan sama juga terlontar dari Kepala Desa Cipaku, Didin Nurhadi yang membenarkan keberadaan rumah hantu di desanya. “Jumlahnya ratusan di desa saya,” katanya. (Simak
Fokus: Kisah Tiga Orde Waduk Jatigede) Meski Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Jawa Barat (BPKP) telah melakukan verifikasi ulang dan menghentikan seluruh perhitungan terhadap bangunan baru sejak 2012, rumah hantu masih saja menyisakan masalah.
“Rumah hantu itu rumit, tidak tahu mulainya dari mana, ada orang dari desa ada yang dari luar desa yang kerjasama dengan orang pemerintahan juga,” kata Didin.
Tak berhenti di cerita itu, CNN Indonesia mencoba terus menggali lebih dalam terkait keberadaan rumah hantu. Termasuk modus operasi yang dilakukan.
Beruntung CNN Indonesia bertemu dengan sumber informasi. Ia adalah seorang penggiat Waduk Jadigede yang mengetahui seluk beluk permainan ‘rumah hantu’. Meski enggan disebutkan namanya, ia termasuk sosok yang dikenal dan mampu menjembatani antara perangkat desa dan juga warga akar rumput.
(Baca juga: Penggenangan Waduk Jatigede Terancam Tertunda Lagi)Menurut sang sumber, dalam persoalan rumah hantu, banyak pihak yang terlibat. Mulai dari perangkat desa hingga level kabupaten, baik dari Bappeda hingga pejabat kementerian melalui Panitia Pengadaan Tanah diduga masuk dalam pusaran permainan.
“Warga tak mengetahui lahan yang akan dibebaskan sampai pada petugas pembebasan lahan datang untuk melakukan verifikasi lahan, itu jadi masalahnya,” kata sumber.
Modusnya, berdasarkan informasi yang dihimpun CNN Indonesia, sepanjang 2008 hingga 2010 petugas dari panitia pengadaan tanah yang juga bagian dari Kementerian PU menjadi pembisik buat para makelar pemburu rente. Setelah mendapat bisikan, para pemburu rente biasanya berani menawar tanah-tanah warga yang tak sabar ingin mendapat ganti rugi.
(Baca juga: Warga Bertahan di Desa yang Bakal Tenggelam oleh Jatigede) Jika berhasil, di atas tanah itu mereka dirikan sebuah pondok asal-asalan dengan harapan bisa mempengaruhi nilai ganti rugi nanti saat pemerintah melakukan pendataan baru. “Karena sudah pegang data pemetaan tanah jadi para pembuat rumah hantu tahu dimana mereka akan bangun rumah hantu,” ungkap sumber CNN Indonesia di Sumedang.
Kebanyakan para pemain itu tak mustahil merupakan para tokoh masyarakat. Sebab jejaring informasi strategis soal pembebasan lahan itu biasanya beredar di kalangan terbatas.
 Bukti pembayaran penggantian lahan Warga Desa Cipaku, Darmaraja, Sumedang untuk waduk Jatigede yang tak kunjung dibayar. Pembayaran mandeg hingga kini karena bank mengaku uang kas telah habis dan telah dibayarkan kepada yang berhak. (CNN Indonesia/Hafizd Mukti Ahmad) |
CNN Indonesia mendapatkan bukti 10 lembar Kartu Pembayaran Ganti Rugi Tanah, Tanaman dan Bangunan dalam proyek Pembangunan Jatigede yang tak bisa dicairkan pada 2009 lalu. Dalam kertas yang ditunjukkan, tertera angka-angka yang seharusnya diterima warga. Namun lantaran menjamurnya rumah hantu, kas bank tempat penyimpanan uang pun lebih terkuras untuk membayar pondok yang asal-asalan itu.
“Uang di bank habis, karena sudah diambil sama yang punya rumah hantu. Mereka yang pintar-pintar yang bisa main tukar menukar kepemilkan tanah,” ujar sumber.
Wakil Bupati Sumedang Eka Setiawan enggan berkomentar terkait penanggulangan ‘rumah hantu’ yang menyisakan permasalahan. Menurutnya, ia bersama jajarannya akan membicarakan permasalah tersebut secara khusus, karena pihaknya tengah memutar otak untuk memenuhi target penggenangan Waduk Jatigede 1 Agustus 2015 sesuai instruksi Presiden Joko Widodo.
(Ikuti pemaparan infografis: Berhambur Uang di Jatigede)“Kami tidak membicarakan masalah itu sementara, yang diselesaikan adalah masalah ganti rugi, kompensasi dan santunan. Semenatara ini kami hanya akan menyelesaikan dampak (desa) yang akan di genangi dulu. Malasah yang tadi (rumah hantu) itu sedang dibicarakan, sedang dibahas, nanti itu khusus barangkali,” ujar Eka saat ditemui di Kantor Pemerintahan Kabupaten Sumedang, belum lama ini.
(sip)