Jakarta, CNN Indonesia -- Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) menyurati Presiden Joko Widodo berisi penolakan atas rencana reklamasi Teluk Benoa. Ada sebanyak 56 surat yang dikirimkan rakyat Bali untuk memastikan bahwa presiden telah benar-benar menerima surat masyarkat Bali yang selama ini menentang keras rencana reklamasi.
Sebanyak 56 surat penolakan yang dikirimkan ForBALI kepada Jokowi yaitu surat dari Desa Adat, lembaga pemberdayaan masyarakat, organisasi pemuda adat, lembaga swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Pemuda dan Komunitas, musisi (band), dan mahasiswa.
Menurut ForBALI, surat tersebut awalnya dikirim masing-masing lembaga. Namun oleh ForBALI, forum yang mendapat tembusan surat, dilakukan pengiriman ulang pada 28 Agustus 2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain mengirim surat, ForBALI juga mengirimkan seluruh pernyataan sikap aksi menolak reklamasi Teluk Benoa sejak tahun 2013 hingga 2015. Dalam surat protes, Jokowi diminta mencabut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 51 tahun 2014 dan ditembuskan ke lembaga terkait di pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
Perpres 51/2014 itu adalah tentang Perubahan atas Perpres Nomor 45 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan.
“Cara rakyat Bali menolak reklamasi beragam sejak 2013 mulai dari mendirikan baliho, demonstrasi, dan membuat konser musik,” ujar Koordinator Divisi Politik ForBALI Suriadi Darmoko dalam siaran pers yang diterima hari ini, Rabu (9/9).
Suriadi menjelaskan, komitmen Jokowi Widodo untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim bisa ditunjukan dengan menjadikan teluk sebagai masa depan peradaban Indonesia. Keberadaan teluk harus dikembalikan fungsinya menjadi kawasan konservasi demi mewujudkan kejayaan Indonesia di laut.
“Tidak mungkin visi kemaritiman terwujud dan Indonesia jaya di laut kalau Teluk Benoa diuruk. Tidak mungkin juga visi kemaritiman terwujud kalau tetap ada celah untuk mereklamasi Teluk Benoa,” tutur Suriadi.
Sementara itu, Direktur Yayasan IDEP Ade Andreawan mengatakan, rencana reklamsi Teluk Benoa sangat kontra produktif dengan visi kemaritiman Jokowi. Untuk itu mencabut Perpres Nomor 51/2014 merupakan hal mutlak untuk menghentikan reklamasi.
“Saya rasa tidak ada alasan lain lagi bagi Presiden Jokowi untuk tidak mencabut Perpres 51 tahun 2014 sehingga visi kemaritiman bisa tercapai,” kata Direktur Yayasan IDEP.
Menurut Direktur Eksekutif Yayasan Manikaya Kauci, Komang Arya Ganaris, penolakan atas rencana reklamasi Teluk Benoa sampai saat ini masih dilakukan sebagai bentuk konsistensi sikap rakyat Bali yang menolak reklamasi.
“Selama 3 tahun kami tetap konsisten menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Walaupun kami selalu dikatakan hanya kelompok yang segelintir,” kata Boby, sapaan Komang Arya Ganaris.
Surat penolakan reklamasi Teluk Benoa dikirim kepada Jokowi dan ditembuskan kepada kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menko Bidang Kemaritiman, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Pariwisata, Menteri Perhubungan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agraria dan Tata Ruang.
Surat juga ditembuskan kepada Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, Ketua DPD, dan Ketua DPR. Selain ditembuskan kepada pemerintah pusat, surat tersebut juga disampaikan kepada Gubernur Bali dan Ketua DPRD Bali.
Di tingkat kota ditembuskan untuk Wali Kota Denpasar dan Ketua DPRD Kota Denpasar, Bupati Badung, dan Ketua Ketua DPRD Badung.
Selain diberondong dengan lebih dari 50 surat, muncul juga petisi yang ditujukan kepada Jokowi bertajuk “Pak @Jokowi, Segera Batalkan Perpres 51 Tahun 2014.” Hingga hari ini, petisi itu telah ditandatangani oleh sebanyak 34.290 orang.
Petisi tersebut mengutip pernyataan Jokowi dalam pidato kenegaraan yaitu, “Akan bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat, dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk."
Rencana reklamasi Teluk Benoa sebenarnya melanggar Peraturan Presiden (Perpres) sebelumnya dengan Nomor 45 tahun 2011. Perpres ini lantas digantikan oleh Perpres 51/2014 yang kini ditentang rakyat Bali.
Pasal 55 ayat 5 huruf b Perpres Nomor 45/2011 menyatakan, Teluk Benoa adalah kawasan konservasi perairan. Karena menjadi kawasan konservasi, perairan Teluk Benoa tidak dapat direklamasi.
Larangan melakukan reklamasi di Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi perairan tercantum dalam Perpres Nomor 122 tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Pasal 2 ayat 3 Perpres tersebut dengan tegas menyatakan, reklamasi tidak dapat dilakukan pada kawasan konservasi dan alur laut. Pro dan kontra terkait rencana reklamasi Teluk Benoa mendapat repsons sejumlah pihak. Lembaga survei, Indo Survey & Strategy, melakukan jajak pendapat dengan 600 responden di sembilan kabupaten/kota di Provinsi Bali pada periode 2-9 November 2014.
Dari survei itu terungkap, 53,2 persen responden lebih memilih dilakukan revitalisasi; hanya 5 persen yang setuju untuk dilakukan reklamasi Teluk Benoa; dan 9 persen lainnya menyatakan tidak tahu.
Atas pertanyaan, apakah masyarakat memilih revitalisasi atau menolak reklamasi/revitalisasi, sebanyak 65 persen responden memilih dilakukan revitalisasi dan 32 persen menolak reklamsi, sisanya 3 persen menyatakan tidak tahu. Survei dilakukan dengan metode multi stage random sampling dengan tingkat kesalahan lebih kurang 4 persen.
Direktur Eksekutif Indo Survey & Strategy Hendrasmo mengatakan, revitalisasi menjadi jalan tengah bagi penanganan Teluk Benoa. Pilihan tersebut lebih kuat ketimbang opsi reklamasi atau menolak reklamasi.