Jika Pidana Terbukti, Pembakar Hutan Bisa Dituntut Perdata

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Jumat, 18 Sep 2015 14:32 WIB
Untuk menuntut perdata, Kejaksaan Agung membutuhkan Surat Kuasa Khusus dari kementerian untuk berperan sebagai Jaksa Pengacara Negara.
Jaksa Agung Prasetyo memberikan keterangan usai rapat kordinasi Menteri-menteri dibawah bidang Politik, Hukum dan Keamaan, di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (18/8). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung membuka kemungkinan penanganan perkara pembakaran hutan di beberapa wilayah melalui ranah pidana dan perdata. Menurut Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, tuntutan secara perdata dapat dilayangkan jika ada tindak pidana yang terbukti dilakukan korporasi pembakar hutan.

"Kami lihat dulu seperti apa, diselesaikan secara pidana atau perdata. Mungkin juga kami pakai keduanya. Jika terbukti pidananya, bisa saja kami ajukan perdata untuk kerugian yang ditimbulkan," ujar Prasetyo di Kompleks Kejagung, Jakarta, Jumat (18/9). (Lihat juga FOKUS Siapa Di Balik Kebakaran Hutan?)

Prasetyo mengatakan bahwa lembaga yang ia pimpin siap jika diminta untuk menuntut secara perdata perusahaan-perusahaan tersangka pembakar hutan. Walau begitu, ia mengaku belum mendapat satu pun Surat Kuasa Khusus (SKK) dari Kementerian tertentu sampai saat ini. (Lihat Juga: Kementerian Segel Puluhan Lahan Terbakar di Riau dan Jambi)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"SKK belum keluar. Ya kejaksaan sebagai pengacara negara harus siap jika kepentingan negara terganggu," katanya. (Baca Juga: Bareskrim Incar Tiga Perusahaan Pembakar Hutan)

Agar Kejaksaan bisa menuntut perusahaan pembakar hutan secara perdata, maka SKK harus diberikan oleh Kementerian tertentu pada lembaga penegak hukum itu. SKK diperlukan agar Kejaksaan dapat berperan sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN) menghadapi perusahaan-perusahaan pembakar hutan.

Tuntutan perdata dilayangkan jika ada dampak tidak langsung dari sebuah tindak kejahatan. Dalam kasus kebakaran hutan, jika masyarakat merasa terganggu kesehatan dan aktivitas sehari-harinya karena itu, maka gugatan perdata dapat dilayangkan kepada tersangka yang membakar hutan terkait.

Sementara itu, tuntutan pidana dilayangkan jika ada tindak kejahatan yang langsung berdampak pada keadaan seseorang, lembaga, atau alam. Jika sebuah perusahaan terbukti membakar hutan dan tidak sesuai caranya dengan peraturan yang berlaku, maka ia dapat dituntut secara pidana oleh penegak hukum.

Beberapa minggu terakhir, kebakaran hutan di kawasan Sumatera dan beberapa wilayah Kalimantan diketahui marak terjadi. Presiden Joko Widodo meminta penegakan hukum dalam pembakaran hutan juga menyasar perusahaan yang terlibat. Izin konsesi perusahaan pembakar hutan juga diminta harus dicabut.

“Jangan hanya menyasar rakyat biasa, tapi harus juga tegas dan keras pada perusahaan yang menyuruh membakar,” kata Jokowi sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis salah satu Tim Komunikasi Presiden, Ari Dwipayana.

Hingga kini, sudah ada sepuluh perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pembakaran hutan. Sepuluh perusahaan tersebut adalah PT. PMH, PT. RPP, PT. RBS, PT. LIH, PT. MBA, PT. GAP, PT. ASP, PT. KAL, PT. RJP dan PT. SKM. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER