Jakarta, CNN Indonesia -- Kinerja Mahakamah Kehormatan Dewan di parlemen menjadi sorotan publik lantaran dianggap lamban dan tidak transparan. Tidak sedikit perkara yang diputus tanpa mekanisme terbuka. Publik hanya bisa mengetahui hasil putusan tanpa pernah tahu substansi proses dan materi kasus yang diperkarakan.
Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad menyatakan substansi materi perkara yang berkaitan dengan pelanggaran kode etik tidak etis dipublikasikan ke publik. Dalam hal ini, MKD hanya bisa terbuka dalam konteks proses penyelidikan.
Dengan kata lain, perkembangan dari perkara yang ada di MKD hanya bisa diakses oleh publik sebatas pada tataran proses dari tahapan penanganan perkara itu sendiri. Nantinya, publik cukup menerima hasil putusan yang dibacakan secara terbuka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada tiga sanksi yang bisa dijatuhkan MKD terhadap anggota dewan bermasalah, yakni sanksi ringan berupa teguran lisan maupun tulisan, sanksi sedang berupa pemberhentian sementara, dan sanksi berat berupa pemecatan secara tidak hormat.
Selama ini perkara yang diputus oleh MKD hanya sebatas pada tataran sanksi ringan berupa teguran, bahkan tidak sedikit perkara yang diputus tanpa sanksi lantaran MKD mengaku kerap mendapati tidak adanya bukti pelanggaran etik.
"Jadi tentunya ini bukan soal lamban, apalagi mandul. Setiap laporan yang masuk itu mesti diproses dengan tahapan sebagaimana diatur dalam tata cara beracara di MKD. Tentunya kami tetap terbuka, selama itu tidak menyangkut substansi dari materi perkara," kata Dasco, Rabu (30/9).
Dasco menyatakan laporan yang masuk ke MKD bisa datang hampir setiap pekan. Semua laporan itu disaring melalui verifikasi awal berupa pengumpulan keterangan saksi dan alat bukti, sebelum dinyatakan layak untuk diproses MKD.
"Tentunya semua laporan tidak semua diproses karena kami harus filter. Kalau masuk semua mungkin bisa sampai 100. Kami bisa gila," ujar Dasco.
Berdasarkan catatan yang dihimpun CNN Indonesia dari Kesekretariatan MKD, laporan masuk pada periode DPR 2014-2019, yang baru berjalan satu tahun, jumlahnya mencapai 28 aduan.
28 aduan itu saat ini sedang dalam proses verifikasi. Sekretariat MKD tidak bisa memberikan rincian detail materi perkara lantaran dianggap tidak etis mengumbar substansi dugaan pelanggaran etik seseorang.
Sementara itu, total perkara yang telah diputus oleh MKD pada periode kali ini jumlahnya mencapai sembilan perkara. Tiga dari sembilan perkara yang telah diputus itu belum dibacakan dalam sidang resmi terbuka.
Berikut ini deretan kasus yang telah diputus MKD:
Teradu: Jefirstson R. Riwu Kore, Fraksi Demokrat
Perkara: Janji program yang tidak terealisasi
Sanksi: Tidak terbukti meakukan pelanggaran etik. Putusan dibacakan dalam rapat paripurna 25 Agustus 2015.
Teradu: Endang Srikanti Handayani, Fraksi Golkar
Perkara: Aduan ketidakpuasan dari masyarakat saat teradu menjadi juri/kurator sebuah acara.
Sanksi: Tidak terbukti melakukan pelanggaran etik. Dugaan perkara terjadi saat teradu belum menjabat anggota dewan. Putusan dibacakan dalam rapat paripurna 25 Agustus 2015.
Teradu: Anang Hermansyah, Fraksi PAN
Perkara: Merokok di ruang sidang
Sanksi: Teguran lisan untuk tidak mengulangi perbuatan. Jenis perkara masuk dalam kategori perkara tanpa pengaduan.
Teradu: Nurdin Tampubolon, Fraksi Hanura
Perkara: Dugaan penggunaan ijazah palsu
Sanksi: Tidak terbukti meakukan pelanggaran etik. Nama baik drehabilitasi. Putusan dibacakan dalam rapat paripurna 3 Juli.
Teradu: Jalaludin Rakhmat, Fraksi PDIP
Perkara Dugaan penggunaan ijazah palsu
Sanksi: Tidak terbukti meakukan pelanggaran etik. Nama baik drehabilitasi. Putusan dibacakan dalam rapat paripurna 3 Juli.
Teradu: Krisna Mukti, Fraksi PKB
Perkara: Urusan internal rumah tangga
Sanksi: Teguran lisan untuk tidak mengulangi perbuatan. Putusan dibacakan dalam sidang terbuka di MKD Senin (28/9).
Teradu: Frans Agun Mula Putra
Perkara: Laporan soal dugaan gelar palsu
Putusan: Sudah diputus, belum dibacakan dalam sidang terbuka di MKD.
Teradu: Henry Yosodiningrat
Perkara: Laporan soal penggunaan kop surat DPR untuk kepentingan pribadi
Putusan: Sudah diputus, belum dibacakan dalam sidang terbuka di MKD.
Teradu: Muchlisin
Perkara: Aduan dari tukang jahit yang membuatkan baju untuk teradu
Putusan: Sudah diputus, belum dibacakan dalam sidang terbuka di MKD.
Dasco mengatakan putusan dari tiga perkara terakhir akan diputuskan dalam sidang terbuka MKD yang diagendakan 5 Oktober. Selain dari sembilan kasus yang telah diputus, Dasco mengatakan hari ini MKD berencana melakukan konsinyering untuk berembuk merumuskan putusan terhadap tiga perkara baru, dan rencananya akan turut diputuskan pada sidang terbuka pekan depan.
(meg)