Greenpeace Unjuk Rasa Tolak Pembangunan PLTU Batang

CNN Indonesia
Senin, 05 Okt 2015 12:40 WIB
Gagalnya PT BPI memenuhi tenggat waktu penutupan uang diakibatkan oleh masyarakat yang menolak memberikan lahan mereka.
TOLAK PEMBANGUNAN PLTU BATANG (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Organisasi peduli lingkungan Greenpeace menggelar aksi damai di depan Istana Presiden dengan tujuan menolak rencana pemerintah yang akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap di daerah Batang, Jawa Tengah. Penolakan tersebut didasari oleh tenggat waktu penutupan uang (financial closing) proyek tersebut yang akan habis besok, Selasa (6/10).

Selain aktivis Greenpeace, aksi damai di depan Istana Presiden dihadiri 35 warga Batang yang kediamannya terancam digusur untuk pembangunan PLTU.

Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Arif Fiyanto mengatakan bahwa legalitas proyek PLTU Batang harus dipertanyakan jika pemerintah berencana memperpanjang lagi tenggat waktu financial closing tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dia beralasan ini sudah ke empat kalinya tenggat waktu financial closing diperpanjang dan tiga kali gagal dilaksanakan.

"Tenggat waktu financial closing untuk PLTU Batang akan habis besok. Presiden Indonesia Joko Widodo sebaiknya mengumumkan pembatalan proyek ini dan fokus pada pengembangan energi terbarukan untuk kepentingan Indonesia," kata Arif di lokasi depan Istana Presiden, Senin (5/10).

Berdasarkan data Greenpeace, pertama kalinya PT Bhimasena Power Indonesia selaku pemenang tender proyek PLTU Batang gagal memenuhi tenggat penutupan uang pada 6 Oktober 2012. Akibatnya karena gagal memenuhi tenggat maka pemerintah saat itu memperpanjang tenggat hingga 6 Oktober 2013.


Namun perpanjangan tenggat itu juga bernasib sama dengan sebelumnya. Akhirnya perpanjangan kembali dilakukan hingga 6 Oktober 2014. Namun, setelah perpanjangan tersebut financial closing tetap belum bisa dipenuhi hingga tenggat kembali diperpanjang hingga besok.

Gagalnya PT BPI memenuhi tenggat waktu financial closing tersebut diakibatkan oleh masyarakat yang menolak memberikan lahan mereka. Itu menyebabkan proses pembebasan lahan belum tuntas hingga waktu yang telah ditetapkan.


Arif menambahkan bahwa seandainya pembangunan PLTU dengan bahan utama batubara tersebut tetap dijalankan maka masyarakat berpotensi kehilangan mata pencarian utama mereka karena lokasi pembangunan ada di atas lahan sawah hingga konservasi laut. "Pembangkit listrik ini akan menghancurkan lahan subur sedikitnya di lima desa yang mengandalkan pertanian, mencemari perairan nelayan kaya ikan, dan mengancam mata pencarian lebih dari 10 ribu nelayan," katanya.

Proyek PLTU Batang dimulai pada 2011 lalu dan tender dimenangkan oleh PT BPI dengan tiga anak perusahaan, yaitu PT Adaro asal Indonesia dan dua perusahaan asal Jepang, yaitu PT Jpower dan PT Itochu. Saat proyek dimulai total dana yang dibutuhkan untuk membangun dipatok pada angka US$ 4 juta atau jika dirupiahkan (dengan nilai tukar Rp 15.000) akan menyentuh angka Rp 60 triliun.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER