BPK: Kebijakan Biaya Haji Tak Adil Bagi Calon Jemaah

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Jumat, 09 Okt 2015 12:20 WIB
Hasil audit BPK, kata Seknas FITRA, menunjukkan tidak ada sistem yang mampu menghitung nilai manfaat dan optimalisasi dari calon jemaah haji.
Kebijakan penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dinilai belum mempertimbangkan prinsip keadilan bagi calon jemaah haji. (REUTERS/Ahmad Masood)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kebijakan penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dinilai belum mempertimbangkan prinsip keadilan bagi calon jemaah haji. Kementerian Agama juga dianggap belum memiliki sistem yang mampu menghitung nilai manfaat dari biaya pendaftaran calon jemaah haji.

Manajer Advokasi Seknas FITRA, Apung Widadi, mengatakan BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian atas Laporan Keuangan Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432 Hijriah/2011 Masehi sampai dengan 1435 Hijriah/2014 Masehi.
"Pengecualian kewajaran diberikan pada penyajian aset tetap dan saldo utang BPIH terikat yang belum memadai," kata Apung dalam kajian FITRA atas Hasil Audit BPK Semester I 2015 berjudul "Nawacita Masih Belum Nyata."

Saldo utang yang belum memadai misalnya aset tetap yang dilaporkan dalam neraca senilai Rp1,13 triliun. Aset tersebut dinilai belum dilaporkan lengkap, belum diinventarisasi, tidak sesuai dengan daftar perincian, dan belum dihitung penyusutannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saldo utang BPIH sebesar Rp69,87 triliun tidak jelas kewajarannya disebabkan tidak ada rekonsiliasi data antara sistem komputerisasi haji terpadu (siskohat) dan data bank penerima setoran (BPS)," kata Apung.
Hasil pemeriksaan BPK juga mencantumkan persoalan pelanggaran peraturan perundang-undangan terkait kebijakan penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji. Tidak ada sistem yang mampu menghitung nilai manfaat dan optimalisasi dari calon jemaah haji menyebabkan belum ada prinsip keadilan.

"Akibatnya, calon jemaah haji yang menunggu lebih lama mendapatkan nilai distribusi nilai manfaat dalam bentuk indirect cost sama dengan calon jemaah haji yang masa tunggunya lebih singkat," ujar Apung.
Apung mengatakan kondisi tersebut menyebabkan hasil optimalisasi setoran awal calon jemaah haji yang masuk daftar tunggu malah terpakai untuk biaya tak langsung jemaah haji pada tahun kemarin.

Secara prinsip, kata Apung, asas keadilan dalam penyerapan dalam penyelenggaraan ibadah haji menjadi tidak terpenuhi.

Secara keseluruhan Apung mengatakan, penetapan biaya tak langsung pada 2014 sebesar Rp2,77 triliun oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Kementerian Agama belum sepenuhnya memerhatikan prinsip keadilan distribusi nilai manfaat yang mestinya diterima jemaah haji, termasuk jemaah yang sudah berangkat tahun lalu atau yang masih berada dalam daftar tunggu.

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1435 Hijriah atau 2014 Masehi, BPIH meliputi biaya penerbangan haji, biaya pemondokan di Mekkah dan biaya hidup.

BPIH disetorkan kepada rekening Menteri Agama melalui Bank Penerima Setoran. Penyelenggaran ibadah haji menjadi sorotan terutama ketika Bekas Menteri Agama Suryadharma Ali tersangkut kasus dugaan korupsi penyelenggaran ibadah haji dan Dana Operasional Menteri (DOM).

Mantan Ketua Umum PPP itu disangka telah memanfaatkan pengadaan ibadah haji dengan cara melakukan korupsi dan penyelewengan di sektor pengadaan katering, pemondokan, transportasi dan atau penyelewengan kuota jemaah. Korupsi dilakukan dalam rentang anggaran 2010 hingga 2013.

SDA didakwa memperkaya orang lain seperti jajaran pegawai negeri di Kementerian beserta anggota DPR seperti Hasrul Azwar. Hasrul disebut mendapat keuntungan senilai SAR Rp5,8 juta. (Baca: Peran Orang Dekat Suryadharma Ali Terungkap di Sidang) (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER