Mekanisme Penyadapan oleh KPK Perlu Diatur Secara Jelas

CNN Indonesia
Minggu, 11 Okt 2015 21:07 WIB
Hasto Kristiyanto menyatakan perlu adanya perbaikan terhadap ketentuan soal Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Aksi Tolak Revisi UU KPK. ( CNNIndonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan perlu adanya aturan jelas terhadap proses penyadapan yang dilakukan oleh penegak hukum, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengantisipasi penyalahgunaan kewenangan.

"Sadap meyadap di negara-negara demokrasi harus melalui sebuah pengawasan dan harus melalui ketentuan lembaga peradilan, Jangan sampai nantinya jika tidak suka dengan pejabat tertentu langsung dilakukan penyadapan," ujar Hasto di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Minggu (11/10).


Hasto mengatakan di era yang liberal saat ini, ada banyak kemungkinan pihak-pihak yang tergoda untuk bermain politik dan tidak melepaskan diri dari kepentingan politik diluarnya. Pasalnya, ia mendengar dari rekannya seorang peneliti bahwa pernah ada penyalahgunaan fungsi penyadapan yang dilakukan oleh KPK.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rancangan Undang-Undang KPK tidak berupaya untuk menghilangkan fungsi penyadapan yang telah ada sebelumnya. Namun, menuruut Hasto DPR sebenarnya berupaya untuk meningkatkan pengawasan terhadap kewenangan tersebut agar tidak disalahgunakan. "Kami tidak pernah menghilangkan hak penyadapan yang dimiliki KPK, itu tetap melekat. Hanya pengawasannya saja," ujar Hasto.

Hasto menyatakan perlu adanya perbaikan terhadap ketentuan soal Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Pasalnya ia mendengar ada salah seorang tersangka yang tetap diperiksa meski tengah dalam kondisi sakit.

"Ada salah satu tersangka yang sudah tidak layak dipersangkakan. Sudah struk dimintai keterangan tidak bisa. Tetapi tidak ada mekanismenya itu," ujar Hasto.


Hasto menilai bahwa penegakan hukum harus didasari oleh nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga diperlukan perbaikan terhadap mekanisme SP3 tersebut agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

Badan Legislasi DPR belum menyepakati usulan dua rancangan undang-undang yakni revisi atas UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan RUU Pengampunan Nasional untuk dapat dibahas serta dimasukan dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) prioritas 2015. Pembahasan ini akan dijadwalkan berlanjut Senin esok.


Terdapat total 45 anggota DPR yang menjadi inisiator revisi UU KPK, dengan rincian 15 orang dari Fraksi PDIP, 11 orang dari NasDem, 9 orang dari Golkar, 5 orang dari Partai Persatuan Pembangunan, 3 orang dari Hanura, dan 2 orang dari Partai Kebangkitan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER