Jakarta, CNN Indonesia -- Seluruh elemen masyarakat diminta secara proaktif mengambil bagian mengawal sejak dini seluruh proses tahapan pemilihan kepala daerah 2015. Menurut Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia, hal itu penting dilakukan demi memastikan pilkada benar-benar menghasilkan pemimpin yang berintegritas dan visioner.
“Bukan sebaliknya, pemimpin yang lahir justru dari orang-orang yang memiliki nafsu kekuasaan dan korup,” ujar Direktur Kopel Indonesia Syamsuddin Alimsyah dalam keterangannya, Sabtu (10/10).
Hingga sekarang ini, menurut Syamsuddin, terdapat sebanyak 331 kepala daerah yang terjerat hukum termasuk kasus korupsi. Terakhir hasil pengembangan operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syamsuddin menegaskan, semua itu disebabkan oleh lemahnya pengawasan publik terhadap proses jalannya pilkada. Termasuk minimnya informasi rekam jejak kandidat kepada masyarakat untuk bersikap kritis sebelum menjatuhkan pilihannya terhadap kandidat tertentu.
“Akibatnya masyarakat bisa saja salah dalam menjatuhkan pilihannya kepada orang-orang yang justru bernafsu berkuasa dan korup dalam pemerintahan,” tuturnya.
Karena itu, lanjut dia, sangat penting masyarakat sejak awal diberi akses untuk mengenal lebih jauh rekam jejak kandidat agar lebih kritis dalam menggunakan hak pilihnya.
Menurut Syamsuddin, rekam jejak tersebut tak hanya terkait dengan profil aktivitas dan profesi kandidat selama ini, namun yang lebih penting yaitu rekam jejak pengabdian kemasyarakatannya. “Termasuk prilakunya sendiri dalam kaitan hukum,” ucap dia.
Dia mengingatkan masyarakat agar tak terpengaruh dengan kampanye kandidat yang heroik dan janji-janji yang manis. “Celakanya yang menjanjikan itu adalah mereka yang pernah dipercaya memimpin di daerah bersangkutan namun kinerjanya buruk,” katanya.
Pilkada serentak 9 Desember mendatang sedang menjalani tahapan pada 263 wilayah dengan 809 pasangan calon (paslon). Dari jumlah sebanyak itu terdiri dari 9 provinsi dengan 20 paslon, 219 kabupaten dengan 681 paslon, dan 35 kota dengan 108 paslon.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum, sebanyak 20,25 persen calon berprofesi sebagai wiraswasta, 17,48 persen anggota DPRD, 12,64 persen pegawai negeri sipil, dan 9,57 persen pegawai swasta. Adapun yang merupakan calon petahana sebanyak 6,44 persen.
(obs)