Jakarta, CNN Indonesia -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyayangkan peristiwa kerusuhan di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, yang menyebabkan terbakarnya rumah ibadah. Dalam prosesnya, PBNU melihat ada sebuah tren baru dalam peristiwa dikaitkan dengan isu keagamaan.
Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia PBNU Rumadi Ahmad mengatakan bahwa tren yang terjadi saat ini adalah peristiwa-peristiwa semacam itu terjadi berdekatan dengan hari raya keagamaan.
"Saya tidak tahu ini kebetulan atau rekayasa tapi peristiwa ini menggunakan momentum hari besar keagamaan," kata Rumadi saat ditemui di kantor Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Selasa (13/10).
Seperti diketahui besok Rabu (14/10) umat Muslim akan merayakan Tahun Baru Islam 1 Muharam 1437 Hijriah. Peristiwa di Aceh Singkil terjadi hanya satu hari sebelum perayaan tersebut dilakukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya peristiwa hari ini, Rumadi mencontohkan kasus lain yang terjadi di Tolikara, Papua, sekitar empat bulan lalu. Saat peristiwa tersebut terjadi, umat muslim di Indonesia tengah merayakan hari raya Idul Adha.
"Empat bulan lalu di ujung timur (Papua), sekarang terjadi di ujung barat (Aceh). Dari dua peristiwa ini mulai terlihat hari besar keagamaaan dimanfaatkan dengan model seperti ini," ujarnya.
Sebenarnya, Rumadi menyesalkan kejadian seperti ini kembali terjadi di Indonesia. Apalagi kejadian di Aceh Singkil bukan yang pertama kali terjadi.
Menurut Rumadi, masyarakat Indonesia pun terlalu mudah untuk terprovokasi oleh masalah-masalah yang bersinggungan dengan agama. Padahal, pada dasarnya, semua agama selalu memgajarkan toleransi.
"Tapi karena ada virus intoleran maka masalah seperti ini bisa terjadi. Jika tidak bisa diatasi mungkin saja kejadian yang sama terjadi di tempat lain," kata Rumadi.
Sementara itu menurut keterangan Persekutuan Gereja-Gereja, pada Selasa (6/10) massa dari Pemuda Peduli Islam (PPI) menggelar unjuk rasa dan mendesak pemerintah daerah untuk segera membongkar gereja yang tidak memiliki izin.
Saat itu, PPI memberikan batas waktu hingga hari ini untuk membongkar dan jika tidak dipenuhi maka mereka akan melakukan pembongkaran sendiri.
Sayangnya saat kesepakatan antara pemerintah daerah dan para tokoh agama di Aceh Singkil telah ditandatangani dan disosialisasikan pada Senin (12/10), peristiwa pembongkaran paksa tetap terjadi hari ini. Namun untuk siapa pelaku pembakaran dan pembongkaran hingga kini belum jelas pelakunya.
"Setidaknya ada dua gereja yang dibakar massa, yaitu HKI dan satu gereja Katolik. Bahkan tindakan intoleran tersebut telah menimbulkan korban meninggal," ujar Ketua PGI Henriette Hutabarat-Lebang.
Sebelumnya, kerusuhan terjadi di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, pada Selasa (13/10). Sekelompok massa dengan membawa senjata tajam mendatangi salah satu gereja dan melakukan pembakaran. Aparat keamanan disebut kesulitan mengatasi aksi massa.
Menurut keterangan pendeta Erde di Singkil, yang merupakan kepala Gereja di HKI Gunung Meria, sekitar pukul 11.00 WIB sekitar 700 orang mendatangi salah satu gereja lalu membakar.
“Polisi tak bisa berbuat apa-apa selain meminta jemaat untuk pergi,” ujar pendeta Erde.
(utd)