KPK Tetapkan Dirjen Kemenhub Tersangka Korupsi Diklat Sorong

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Kamis, 15 Okt 2015 16:38 WIB
Ada dua tersangka baru yang ditetapkan KPK dalam dugaan korupsi yang merugikan negara hingga Rp40 miliar tersebut.
Ilustrasi. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua pejabat Kementerian Perhubungan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan dan pelaksanaan pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran di Kabupaten Sorong tahun 2011. Status tersangka ditetapkan setelah tim penyidik menemukan dua alat bukti cukup.

"Setelah melakukan beberapa kali gelar perkara disimpulkan telah ditemukan dua bukti permulaan yang cukup yang kemudian disimpulkan telah terjadi dugaan tipikor yang diduga dilakukan tersangka BRM (Bobby R Mamahit) dan DJP (Djoko Pramono)," kata Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Pribowo saat jumpa pers di Kantor KPK, Jakarta, Kamis (15/10).

Bobby yang kini menjadi Dirjen Perhubungan Laut diduga melakukan korupsi saat menjabat Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Kementerian Perhubungan. Sementara Djoko saat itu menjadi Kepala Pusat Sumber Daya Manusia di Direktorat Perhubungan Laut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keduanya disangka melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Mereka disangka menyalahgunakan wewenang dan memperkaya diri sendiri.

Diduga, kerugian negara mencapai Rp40 miliar. KPK telah menyeret tiga orang dalam kasus tersebut. Ketiganya adalah eks General Manager PT Hutama Karya Budi Rachmat Kurniawan, Pejabat Pembuat Komitmen Satuan Kerja Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Laut Sugiarto, dan Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Satuan Kerja Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut, Irawan.

Budi telah didakwa merugikan negara senilai Rp40 miliar. Ia dinilai memperkaya diri sendiri sebesar Rp536,5 juta, memperkaya orang lain, dan memperkaya korporasi PT Hutama Karya. Irawan juga disebut menikmati duit Rp1 miliar dan Sugiarto mengantongi Rp350 juta.

Sementara perusahaan pimpinannya, memperoleh duit dari pengeluaran riil kepada subkontraktor sebesar Rp19 miliar dan penggelembungan anggaran sebanyak Rp7,4 miliar.

Beragam modus dilakukan Budi untuk menikmati duit negara seperti melobi pejabat Kemhub termasuk Irawan, agar perusahaannya memenangkan tender. Bobby disebut menerima Rp480 juta dan ikut membantu pemenangan tender. Bobby sempat bertemu dengan Budi sekitar Bulan Februari 2011, di Gedung Kemhub, Jakarta.

Hal yang sama dilakukan kepada Djoko Pramono. Djoko disebut menikmati duit senilai Rp620 juta. Djoko juga meminta perusahaan pelat merah untuk memberikan fee komitmen 10 persen untuk para pejabat Kemhub yang berwenang dalam proyek tersebut.

Perusahaan pelat merah ini akhirnya mengalahkan dua perusahaan peserta lelang lainnya, PT Panca Duta Karya Abadi dan PT Nindya Karya. PT Hutama Karya juga berhasil mendapat proyek dengan nilai penawaran Rp92 miliar.

Modus lain dengan membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dari proyek tersebut. Padahal HPS seharusnya dibuat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Budi juga didakwa membuat laporan yang tak sesuai dengan kenyataan.

Dalam laporan, dia menulis seluruh pekerjaan telah rampung 100 persen. Namun realitanya terjadi kekurangan pekerjaan untuk mekanikal dan elektrik senilai Rp1,4 miliar, struktur sebesar Rp919 juta, arsitektur sebanyak Rp728 juta. Total kekurangan proyek adalah Rp3,09 miliar.

Budi didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto 18 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER