SETAHUN JOKOWI-JK

Setahun Jokowi-JK, di Jalur yang Benar Hasil Pas-pasan

Hafizd Mukti Ahmad | CNN Indonesia
Selasa, 20 Okt 2015 07:39 WIB
Hari ini setahun lalu, Joko Widodo resmi dilantik sebagai Presidan Republik Indonesia bersama Jusuf Kalla, pendampingnya. Banyak janji yang belum dipenuhi.
Konser Salam Dua Jari yang digelar relawan Jokowi. (Detikfoto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Hari ini setahun lalu, Joko Widodo resmi dilantik sebagai Presidan Republik Indonesia bersama Jusuf Kalla sebagai pendampingnya. Setahun memerintah, belum cukup bagi Jokowi-JK membenahi masalah di negeri ini. Termasuk menjalankan Nawa Cita: janji politik sang presiden.

Hingga hari ini pembenahan masih terus terjadi, beberapa pekerjaan rumah harus segera diselesaikan Jokowi. Terlebih menyangkut warisan masa lalu yang menjadi beban. 

Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran Muradi mencoba menganalisis apa yang telah, akan, belum dan harus dilakukan dalam Jokowi-JK. Warisan masa lalu menjadi hal yang harus diselesaikan Jokowi, khususnya untuk masalah Hak Asasi Manusia. Warisan itu, kata Muradi ditinggalkan oleh TNI, Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Ini warisan masa lalu yang harus selesai, dan dalam pemerintahan Jokowi, memang belum selesai tapi harus diselesaikan. Ini berdampak pada semua lini nantinya,” kata Muradi saat berbincang dengan CNN Indonesia.

Selanjutnya adalah Nawa Cita, yang selalu didengungkan Jokowi. Nawa Cita, sangat cair diartikan oleh para anak buah presiden. Presiden yang hadir dengan gaya berbeda menjadi terapi kejut tersendiri bagi birokrasi dikabinetnya. Kerja, kerja dan kerja yang menjadi semboyan kabinet Jokowi-JK, dianggap tidak semua memahaminya, sehingga Jokowi ibarat berlari sendiri.
“Jokowi berlari sendiri, dan meninggalkan birokrasi gaya lama, tapi hal ini tidak sepenuhnya berjalan. Ada yang bisa mengejar ada yang malah jalan biasa saja, ini yang jadi penghambat. Bahkan tidak sedikit Jokowi dianggap offside mengambil beberapa keputusan,” ujar Muradi.

Langkah offside itu, salah satunya diperlihatkan Jokowi saat pemilihan Budi Gunawan menjadi Kapolri. Jokowi ibarat berlari sendiri tanpa melakukan komunikasi dengan jajaran lembaga yang di bawahnya, sehingga seringkali terjadi miskomunikasi. Hanya beberapa lembaga yang cukup mengerti dengan cara kerja Jokowi yang seringkali memilih kebijakan nonpopuler.

Tipikal Jokowi sebagai seorang pekerja dilakukan untuk menggapai Nawa Cita itu, tanpa mempedulikan komunikasi politiknya. Hal itu terkadang membuat beberapa program yang dikerjakan pemerintah tidak tersampaikan dengan baik ke ranah publik. Kelemahan Jokowi yang tidak memiliki kharisma sebesar presiden-presiden sebelumnya, menjadi catatan tersendiri. Meski sebagian besar publik berharap Jokowi mampu muncul berkharisma, namun hal itu diabaikan Jokowi karena lebih memilih bekerka ketimbang membicarakan tampilan.

“Dia pemimpin yang bekerja. Dan itu sebenarnya tipe pemimpin yang modern. Zaman dulu pemimpin itu ketemu rakyat, rakyatnya cium tangan, sekarang tidak perlu, dan itu menjadi hal biasa. Ini salah satunya yang sulit diterima kaum tua negeri ini,” jelasnya. 

Jokowi berlari sendiri, dan meninggalkan birokrasi gaya lama, tapi hal ini tidak sepenuhnya berjalan. Ada yang bisa mengejar ada yang malah jalan biasa saja, ini yang jadi penghambat. Bahkan tidak sedikit Jokowi dianggap offside mengambil beberapa keputusan.Muradi, Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran
Saat negara-negara besar, seperti Inggris yang memiliki perdana menteri dengan keseharian menggunakan alat transportasi kereta api, hal itu menjadi biasa. Tipe inilah yang menjadi bentuk demokrasi modern yang coba dikonstruksikan Jokowi. Meski tidak sedikit yang menentang hal itu.

Berbicara soal demokrasi, republik ini bukan lagi negara yang tengah berada dalam sebuah transisi,melainkan sudah sepenuhnya demokrasi dan menjadi negara muslin terbesar pertama yang menganut demokrasi penuh. Namun, apa yang ditunggu oleh publik adalah, adanya kesinambungan demokrasi dengan kulur politik yang ada.

“Birokrasi kaget, masyarakat menunggu perubahan. Yang tidak bisa lari bareng Jokowi jadinya mereka coba menghambat dan menggagalkan kehendak presiden.”

Kasus korupsi jangan sampai terlupakan. Korupsi menjadi konsentrasi utama negeri ini pascareformasi, mau tidak mau, suka tidak suka. Muradi menjelaskan, apapun permasalahannya, kasus hukum mesti menjadi fokus Jokowi terlebih soal korupsi. Penguatan lembaga pun kemudian harus dilakukan di dua lembaga, yaitu kepolisian dan kejaksaan. Lalu bagaimana dengan Komisi Pemberantasan Korupsi?

“KPK pun harus menjadi fokus utama penguatan selama korupsi masai bejubel di negeri ini. Namun, yang paling utama adalah insitutsi Polri dan Kejaksaan. Dua lembaga ini harus bersinergi, dan semangat pembubaran KPK harus tetap ada dalam artian agar Kejaksaan dan Polri semakin semangat memberantas korupsi,” tegas Muradi.

Keberadaan KPK, saat ini masih sangat diperlukan meski muncul wacana pembatasan usia KPK hingga 12 tahun kedepan yang termaktub dalam revisi UU KPK yang tengah diolah di parlemen. Namun, akan sangat berbahaya bagi KPK, karena kecenderungan lembaga adhoc ini berlindung atau patuh pada keinginan publik, bukan presiden.

“Secara administratif hal itu tidak bisa dilakukan, namun Jokowi tampaknya telah menempatkan KPK dalam posisi yang benar untuk dilakukan penguatan, di sisi lain Polri dan Kejaksaan Agung terus dibenahi.”

Program dan Buruknya Komunikasi

Sejauh ini, hanya ada dua program populer pemerintah yang terkomunikasikan dengan baik, program Indonesia Pintar dan Indonesia Sehat. Selebihnya, Jokowi, dianggap sebagai pemimpin tipikal pekerja yang tidak selalu mengambil kebijakan populer.

Terkait program satu juta rumah misalnya. Tidak banyak orang yang tahu sejauh mana keberlanjutannya. Hal ini menjadi sorotan utama bagi Muradi, persoalan komunukasi. Padahal, program sejuta rumah ini terus berjalan lewat berbagai bentuk, seperti rumah susun, rumah deret, rusun buruh, asrama mahasiswa, atau variasi lainnya, termasuk membeli beberapa perumahan yang tidak laku untuk direvitalisasi dan diperbaiki.

Tak hanya itu, untuk tahun ini ada sekitar 145 bendungan yang akan mulai beroperasi? Apakah program dan kinerja tersebut terkomunikasikan dengan baik? Itulah yang kemudian harus dipikirkan Jokowi, dalam artian bagaimana Jokowi sebagai kepala negara memberikan pengertian bahwa pemerintah melakukan kerjanya.

“Tidak banyak yang tahu program pemerintah selain Indonesia Sehat dan Indonesia Pintar. Awalnya mungkin Jokowi merasa komunikasi politik terhadap publik tidak begitu penting, yang lebih penting kerja. Namun ternyata, mau tidak mau presiden memerlukan komunikasi agar rakyat mengerti,” papat Muradi.

Jokowi sebagai “pekerja” yang kini menjadi presiden kemudian harus sadar akan pentingnya promosi juga komunikasi yang baik. “Program yang baik, harus dikomunikasikan dengan baik pula.”

Presiden, kata Muradi tengah memberikan pondasi bagi republik ini untuk bisa membangun sebuah gedung yang tinggi, meskipun lambat, namun pondasi itu sudah mulai dilakukan Jokowi, dengan kelemahannya adalah program yang tidak terkomunikasikan.

“Saya lihat pemerintah masih punya komitmen, dan masih berada di jalur yang benar, hanya saja nilainya masih kecil.

Ekonomi sekaan menjadi satu kesatuan dari politik yang stabil, penegakan hukum yang adil akan sebuah bentukan negara yang sejahtera. Khusus untuk ekonomi, Jokowi-JK mendapat sorotan penuh. Target pertumbuhan ekonomi yang tidak tercapai hingga anjoloknya rupiah hingga level nyaris Rp15 ribu menjadi perhatian publik, khususnya dunia usaha.
Ilustrasi setahun kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo. (CNN Indonesia/Fajrian)

Menilai hal tersebut, masih cukup jauh Jokowi-JK menciptakan kemandirian ekonomi dari berbagai bidang pereknomian, meskipun berbagai kebijakan paket ekonomi dikeluarkan untuk menahan kelesuan. Lemahnya perekonomian kemudian dibawa Jokowi-JK untuk memperlihatkan komitmen untuk memperbaiknya, dan meski perekonomina setahun pemerintahan Jokowi-JK menukik drastis, namun setidaknya Muradi menilai mereka telah meletakan pondasi yang benar.

“Jokowi tidak mau bahas soal perpanjangan Freeport, paket kebijakan yang menahan laju dolar. Itu memperlihatkan jika Jokowi masih berada di jalur yang benar,” tegas Muradi.

Secara keseluruhan, Muradi menganggap setahun pemerintahan dengan Kabinet Kerja-nya ia memberikan rata-rata nilai 6,5 di bidang hukum, politik dan ekonomi dengan nilai nyaris merah alias 6 khusus bagi perekonomian. Meski, ia yakin tren membaik akan muncul di sisa empat tahun pemerintahan. (sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER