Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Sirajuddin Abdul Wahab menilai Forum Silaturahmi Nasional Partai Golkar yang digelar kemarin di Aula DPP Partai Golkar, Jakarta, kehilangan roh. Menurut Sirajuddin suasana Kubu Bali dan Ancol begitu terasa, serta belum menunjukkan frekuensi yang sama dalam mengakhiri konflik. (Baca:
Silaturahmi Nasional Pertemukan Dua Kubu Partai Golkar)
Sirajuddin menuturkan seyogyanya forum Silatnas menjadi babak baru dalam mengurai benang kusut konflik Partai Golkar. Apalagi forum itu dihadiri oleh seluruh kader di tingkat DPP Partai Golkar kedua kubu, serta pengurus DPD Partai Golkar tingkat provinsi/kabupaten/kota dari kedua belah pihak.
“Dan semestinya ajang Silatnas itupula menjadi media informasi kepada seluruh rakyat Indonesia, bahwa Partai Golkar berkomitmen menyelesaikan konflik dualisme dengan menggelar Munas bersama,” ujar Sirajuddin kepada CNN Indonesia, Senin (2/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekretaris Jenderal KNPI hasil kongres di Papua itu mengaku tidak menangkap pesan dalam sambutan yang disampaikan oleh Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie Hasil Munas Bali tentang adanya Munas bersama.
Hal tersebut, lanjut Sirajuddin, bertolak belakang dengan sambutan yang disampaikan oleh Ketua Umum Partai Golkar versi Munas Ancol, Agung Laksono, yang dengan lugas mengatakan bahwa Munas bersama adalah solusi akhir dan final.
“Harapan kami kader muda Partai Golkar, konflik harus segera terselesaikan dengan adanya komitmen dari kedua belah pihak dengan menggelar Munas bersama,” kata Sirajuddin. (Baca:
Pemerintah: Golkar Partai Dewasa yang Bisa Berdamai)
Dia mengingatkan bahwa Partai Golkar harus segera berbenah diri karena banyak sekali agenda internal Golkar yang harus dijalankan pascakonflik.
Sirajuddin menyebutkan, pertama yaitu membangun kembali soliditas kader, mulai dari tingkat pusat sampai di tingkat desa yang selama satu tahun terakhir terbawa arus konflik.
Kedua yakni konsolidasi struktural harus segera dilaksanakan, terutama menyatukan kembali kepengurusan Partai Golkar di tingkat provinsi, kabupaten atau kota, hingga tingkat kecamatan dan desa. (Baca:
Ical-Agung Tak Bersatu, Golkar Terancam Menjadi Ormas)
“Yang ketiga yaitu menyususun langkah strategi dalam pemenangan pemilu legislatif dan pemilu presiden 2019, serta menjadikan Pemilu tahun 2009 dan 2014, sebagai evaluasi kritis bagi Partai Golkar dalam mengadapi Pemilu 2019,” tuturnya.
Konflik dualisme Partai Golkar yang terjadi lebih kurang satu tahun terakhir, sangat panjang dan melelahkan. Pasca Putusan Pengadilan Tingkat Kasasi (Mahkamah Agung), yang secara substansi mengembalikan pada Hasil Munas Partai Golkar Riau Tahun 2009.
(obs)