Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Fraksi PKS di DPR, Jazuli Juwaini mengatakan Surat Edaran (SE) Kapolri terkait penanganan ujaran kebencian jangan sampai mematikan hak rakyat dalam kebebasan berpendapat.
"Semangat untuk meredam api kebencian dalam kehidupan masyarakat dan berbangsa adalah sangat bagus namun jangan sampai mematikan hak rakyat dalam kebebasan berpendapat," kata Jazuli Juwaini di Jakarta, Senin (2/11).
Surat edaran itu menurutnya juga jangan sampai memasung hak-hak demokrasi masyarakat. Dia menilai surat itu harus dicermati dan jangan sampai disalahgunakan pihak-pihak tertentu untuk membungkam suara rakyat dalam memberikan masukan pada pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan sampai disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk membungkam suara rakyat dalam memberikan masukan yang positif dan konstruktif untuk melakukan perbaikan," katanya.
Jazuli mengatakan, FPKS akan melihat dahulu secara lengkap surat edaran tersebut seperti apa. Dia menilai bisa saja Komisi III DPR meminta penjelasan dari Kapolri apabila ada hal-hal yang dipandang bisa membungkam kebebasan rakyat. "Meski dalam waktu yang sama, masyarakat juga harus mengedepankan etika dalam menyampaikan aspirasinya," katanya.
Tebar kebencian di Medsos GhibahAdapun Majelis Muhammadiyah Sumatera Barat (Sumbar) menilai tindakan menebar kebencian melalui media sosial yang terjadi saat ini termasuk dalam perbuatan ghibah (membicarakan keburukan orang lain) yang dilarang dalam Islam.
"Islam mencela setiap perbuatan gibah karena dapat menjadi provokasi bagi orang lain serta pihak-pihak tertentu yang menimbulkan masalah yang lebih besar," kata Ketua Muhammadiyah Sumatera Barat Bakhtiar di Padang, Senin.
Ia mengatakan menebar kebencian itu berbeda dengan memberi kritikan karena dalam hal ini beberapa oknum leluasa memfitnah, menjelekkan pihak tertentu, hingga mengandung unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Keleluasaan oknum-oknum tertentu dalam menebar kebencian di medsos ini merupakan suatu gambaran tidak adanya batasan demokrasi di Indonesia.
"Demokrasi di negara ini sudah terlalu bebas sehingga perlu mencontoh negara lain yang masih memberikan batasan dalam mengemukakan pendapat dan berdemokrasi, baik itu di ruang publik secara langsung atauapun melalui medsos," kata dia.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengeluarkan surat edaran bernomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian atau "hate speech" pada 8 Oktober 2015.
Surat ini bertujuan untuk menindak netizen yang mengutarakan kebencian hingga berpotensi menimbulkan konflik sosial.
Dalam surat edaran tersebut, penegakan hukum atas dugaan terjadinya tindak pidana ujaran kebencian dengan mengacu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Misalnya, hukuman empat tahun penjara bagi siapa saja yang menyatakan permusuhan di depan umum, sesuai Pasal 156 KUHP.
(antara/bag)