Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyayangkan langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang memberikan izin reklamasi pantai Pulau G, Jakarta Utara kepada PT Muara Wisesa Samudera, lewat Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 2.238 Tahun 2014.
Kuasa hukum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) dari LBH Jakarta M. Isnur mengatakan proyek reklamasi akab merugikan nelayan dan merusak lingkungan. Sebab, dengan proyek tersebut maka nelayan akan kesulitan untuk mencari ikan.
"Itu sangat merusak lingkungan. Sekarang, nelayan kalau mau melaut harus mengitari proyek tersebut," kata Isnur usai sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur," Kamis (5/11).
Selain itu, menurut Isnur, kapal nelayan akan sulit bergerak sebab telah terjadi pendangkalan di sekitar muara sungai yang menjadi lokasi proyek tersebut. Isnur juga menilai, proyek reklamasi itu seakan dipaksakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi Isnur proyek ini telah melangkahi visi-misi kemaritiman Presiden Joko Widodo (Jokowi). Proyek reklamasi itu secara tegas sudah ditolak oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Agraria serta menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Untuk itu ia meminta Jokowi untuk bersikap tegas kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, atas SK yang telah dikeluarkan. "Seharusnya Pak Jokowi itu menegur, karena ini mengangkangi visi misinya," kata Isnur.
Sedangkan, Ketua Dewan Perwakilan Wilayah, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Muhammad Tohir mengaku Pemprov DKI tidak pernah mengajak bicara dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar, terkait proyek reklamasi.
Tohir menegaskan, dampak dari proyek reklamasi akan merusak lingkungan hidup, dan mematikan mata pencaharian masyarakat sekitar sebagai nelayan.
"Bagaimana kami tidak menolak, akibat dari proyek tersebut lingkungan jadi rusak, terus dengan adanya pengurukan kami tidak bisa lagi melaut," ujar Tohir.
Dengan potensi dampak yang akan dihasilkan, Tohir berkata, para nelayan setempat meminta agar proyek reklamasi dihentikan.
Sementara, Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta Haratua Purba tidak mengetahui secara rinci kondisi di lapangan, maupun potensi kerusakan ekosistem lingkungan. Hal itu merupakan urusan dinas terkait yang memiliki kewenangan.
"Saya tak tahu bagaimana kondisi teknis di lapangan, mereka dinas yang menangani," kata Haratua.
Haratua enggan berbicara banyak mengenai hal itu. Dia memilih untuk menyerahkan proses pembuktian gugatan ini dalam persidangan.
Dalam jawabannya saat sidang, Pemprov DKI Jakarta menyatakan perkumpulan koalisi rakyat dari KNTI, tidak berhak mengajukan gugatan karena bukan merupakan badan hukum perdata.
Pemprov DKI Jakarta juga menilai pihak penggugat, tidak mempunyai kepentingan atas terbitnya objek yang menjadi sengketa. Selain itu, para penggugat telah kadaluwarsa mengajukan gugatan.
"Gugatan para penggugat telah lewat waktu untuk mengajukan gugatan atau kadaluwarsa," kata Ketua Majelis Hakim Ujang Abdullah di Ruang Sidang PTUN Jakarta Timur, Kamis (5/11).
(bag)