Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum terpidana muncikari artis Robbie Abbas, Pieter Ell, mengemukakan alasannya menggugat Pasal 296 dan Pasal 506 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ke Mahkamah Konstitusi.
Menurut Pieter, gugatan atau uji materi harus dilakukan karena dua pasal dalam KUHP tersebut tidak mengatur adanya hukuman yang diberikan kepada para pengguna jasa prostitusi di Indonesia.
Pieter pun menganggap ada diskriminasi yang ditimbulkan dalam penerapan pasal tersebut pada perkara prostitusi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pasal itu sifatnya diskriminasi karena hanya menjerat muncikari, sedangkan artis, pekerja seks, dan pengguna tidak dijerat hukum. Kami minta penafsiran pasal itu. Semua yang terlibat dalam tindak pidana harus diperlakukan sama," ujar Pieter, Selasa (10/11).
Pasal 296 dan 506 KUHP dianggap bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945. Pasal 296 KUHP diketahui berbunyi, "Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp15 ribu."
Sementara Pasal 506 KUHP berbunyi "Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun."
Robbie, klien Pieter yang saat ini sudah ditahan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, sebelumnya dihukum 1 tahun 4 bulan penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Saat menjalani beberapa kali sidang di PN Jakarta Selatan, Pieter kerap melontarkan ketidaksetujuan terhadap bebasnya para artis dan pengguna jasa pekerja seks yang ditawarkan Robbie.
Menurut Pieter, para pekerja seks dan penggunanya mestinya ikut dihukum atas dasar keadilan di hadapan hukum.
Sidang uji materi Pasal 296 dan 506 KUHP di MK rencananya akan digelar perdana sore ini. Sidang dengan nomor pendaftaran 132/PUU-XIII/2015 itu akan dimulai pukul 15.00 WIB.
(agk)