Kejaksaan Waspadai Potensi Pelanggaran Pilkada oleh Petahana

Christie Stefanie | CNN Indonesia
Kamis, 12 Nov 2015 13:20 WIB
Ada 173 orang petahana yang pada 9 Desember nanti kembali bersaing untuk menjadi pimpinan di daerah yang dikhawatirkan menyalahgunakan kewenangan.
Simulasi pemungutan dan penghitungan suara di KPU Pusat, Jakarta, Jumat, 11 September 2015. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung mewaspadai potensi pelanggaran yang dilakukan oleh petahana dalam pilkada serentak 9 Desember mendatang. Dengan jabatan yang masih dipegang saat ini, petahana berpotensi menggunakan kewenangan yang dimiliki.

Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan, beberapa pelanggaran yang bisa dilakukan petahana seperti penggunaan fasilitas daerah, penggunaan anggaran daerah, hingga politisasi birokrasi.

Oleh karena itu, penegak hukum termasuk kejaksaan yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) dalam pilkada harus benar-benar memahamai Undang-undang Pilkada.

"Dalam Pasal 69 Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah secara tegas melarang petahana salah gunakan wewenangnya," kata Prasetyo dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemantapan Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2015 di Jakarta, Kamis (12/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kampanye yang bertanggung jawab sebagai wujud pendidikan politik harus jadi perhatian lebih. Menurutnya, jangan sampai ajang kampenya tersebut justru jadi awal perpecahan yang bisa mengganggu proses pilkada.

Prasetyo mencatat, ada 173 petahana yang kembali bersaing dalam pilkada serentak bulan depan. Mereka terdiri dari tiga gubernur, dua wakil gubernur, 84 bupati, 52 wakil bupati, 21 wali kota dan 11 wakil wali kota.

Bukan hanya kejaksaan, seluruh unsur yang terlibat dalam tahapan pilkada diharapkan Prasetyo bisa berkoordinasi untuk mencegah terjadinya konflik.

Pilkada serentak akan digelar pada 9 Desember mendatang untuk pertama kalinya. Prasetyo menilai, keberhasilan pilkada serentak ini akan jadi tolak ukur kematangan demokrasi di Indonesia sekaligus sebagai era baru berdemokrasi.

Karena itu sekecil apapun pontensi gangguan menurutnya harus diperhatikan untuk bisa diantisipasi.

Selain potensi pelanggaran oleh petahanan, potensi lain yang perlu diperhatikan, kata Prasetyo adalah politik uang. "Yang punya uang lebih banyak bisa menggunakan jalan pintas dengan menabur uang ke masyarakat," katanya.

Politik uang memang tak dianggap sebagai pelanggaran pidana dalam Undang-undang Pilkada. Namun ini bisa berpotensi pada kejahatan yang lebih besar, yakni korupsi. Calon yang menang, kata Prasetyo merasa harus mengembalikan yang dikeluarkannya saat kampanye setelah terpilih. (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER