Jakarta, CNN Indonesia -- SETARA Institute menyatakan menteri dengan latar belakang nonpartai politik memiliki kemampuan lebih baik ketimbang dengan menteri berlatar parpol. Hal tersebut berdasarkan studi dari berbagai laporan, dokumen perencanaan kementerian, dan pemberitaan media.
Ketua SETARA Institute Hendardi mengatakan penilaian dalam angka tersebut merupakan penilaian dari gambaran hasil penelitian kualitatif yang dilakukan oleh SETARA Institute sejak awal para menteri menjabat.
"Menteri yang berlatar belakang nonparpol seperti Susi Pujiastuti (skor: 8,29), Anis Baswedan (7,57), dan Retno LP Marsudi (7,00) membukukan skor tinggi utamanya ditopang oleh variabel kompetensi dan kepemimpinan," ujar Hendardi dalam hasil penelitian SETARA Institute yang diterima CNN Indonesia, Minggu (15/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hendardi menuturkan ketiga menteri nonparpol tersebut bukan tidak mempunyai catatan buruk, khususnya Susi. Respons negatif yang dilakukan oleh Susi ketika menanggapi kebijakan Menteri Perdagangan Thomas Lembong soal penindakan terhadap kapal asing telah membuat kondusivitas kinerja kabinet terganggu.
Lebih lanjut, Hendardi mengatakan Susi termasuk salah satu menteri yang sedikit mendapat dukungan politik. Padahal, Susi merupakan salah satu menteri yang terbilang memiliki terobosan yang progresif.
"Minimnya dukungan politik atas Susi membuatnya seolah berjalan sendiri menghadapi tantangan illegal fishing yang sudah berurat akar. Tidak pelak, kebijakannya membakar dan menenggelamkan kapal-kapal kecil dicibir oleh banyak pihak," ujar Hendardi.
SETARA Institute juga melihat kebijakan Susi untuk mereformasi moda dan alat tangkap ikan dianggap merugikan nelayan kecil. Pasalnya, dalam kebijakan tersebut Susi lalai menyiapkan jaring pengaman bagi para nelayan untuk menghadapi masa transisi dalam hal menangkap ikan.
Sementara itu, Hendardi menjelaskan alasan Retno LP Marsudi membukukan skor baik karena kompetensi dan akurasi capaian kinerja Kementerian Luar Negeri selama ini. SETARA Institute menilai urusan Kemenlu adalah urusan reguler yang sudah berjalan sebagai business as usual.
"Sekalipun masuk pada 10 besar menteri berkinerja baik, Retno belum melahirkan terobosan progresif. Diplomasi hak asasi manusia, termasuk meyakinkan dunia internasional terkait eksekusi mati WNA adalah yang terburuk dari Retno," ujar Hendardi.
Hendardi menuturkan lembaganya juga melihat respons Kemenlu yang membingungkan publik atas pelaksanaan International People’s Tribunal (IPT) kasus 1965 dianggap catatan buruk untuk Retno.
"Demikian juga isu adanya penggunaan jasa kantor konsultan untuk melobi Barrack Obama agar menerima kunjungan kerja Jokowi," kata Hendardi.
Adapun menyangkut Anis Baswedan, Hendardi menyebutkan, meski merupakan sosok pemikir yang memiliki integritas, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu telah abai dalam mengutamakan pendidikan karakter dan kebhinekaan yang sebenarnya dapat menopang gagasan kebudayaan revolusi mental.
"Anis juga gagap memimpin kementerian ini, terlihat dalam berbagai kebijakan tarik ulur terkait kurikulum 2013, pendidikan bagi anak korban asap, dan kecolongan dalam RUU Kebudayaan yang memasukkan ihwal tembakau dan kretek sebagai warisan budaya bangsa," ujar Hendardi.
Sebelumnya, SETARA Institute merilis peringkat kinerja menteri kabinet kerja yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo. Berikut urutan peringkat menteri sesuai hasil penelitian:
1. Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti (8,29)
2. Menteri Dalam Negeri, Tajhjo Kumolo (8)
3. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Ferry Mursyidan Baldan (7,86)
4. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anis Baswedan (7,57)
5. Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi (7,29).
6. Sekretaris Kabinet, Pramono Anung (7,29)
7. Menteri Agama, Lukman Hakim Saifudin (7,14)
8. Menteri Luar Negeri, Retno LP Marsudi (7,14)
9. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar (7)
10. Menteri Tenaga Kerja, M. Hanif Dakhiri (6,86)
(obs)