Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom senior Ichsanuddin Noorsy menyebut, PT Freeport Indonesia telah melakukan manipulasi royalti kandungan konsentrat yang diekspor. Selama ini, perusahaan tambang yang mengeksploitasi kekayaan alam di tanah Papua itu hanya melaporkan royalti emas dan tembaga saja, padahal terkandung bahan kimia lain.
Noersy berpendapat, setiap unsur kimia yang terkandung dalam konsentrat hasil tambang suatu perusahaan seharusnya dilaporkan ke Direktorat Jenderal Bea Cukai, namun hal itu tidak dilakukan oleh Freeport.
"Saya pernah mempersoalkan ini ke Bea Cukai. Di Bea Cukai timbul masalah chemical content yang diekspor Freeport berkaitan dengan konsentrat. Freeport seharusnya melaporkan setiap chemical content yang diekspor ke luar, bukan hanya emas dan tembaga," ujar Noorsy dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Ahad (22/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Noorsy bercerita, dari diskusi dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai, tidak diketahui kandungan kimia apa saja yang ada dalam konsentrat yang diekspor Freeport. "Kalau masuk audit, auditor asing di Indonesia perannya bukan peran ganda, tapi multiple suitable standard," kata Noorsy.
Menurut Noorsy, alih-alih auditor, negara bisa melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit Freeport dengan menggunakan dalih pemeriksaan penerimaan negara dari Freeport.
"Mana bisa BPK audit perusahaan asing? Kalau penerimaan negara dari perusahaan asing baru bisa. Kata kuncinya adalah 'penerimaan negara dari Freeport'," ujarnya.
Tak hanya itu, Noorsy menjelaskan, Komisi Keuangan DPR bisa melakukan pemanggilan kepada Direktur Jenderal Bea Cukai untuk menelusuri semua pemberitahuan ekspor barang yang dilakukan oleh Freeport.
"Sementara di internal Bea Bukai muncul gremeng-gremeng (omongan) Freeport tidak pernah melaporkan chemical content di atas 2 persen. Di situ manipulasi konsentrat. Itu bukan hanya emas tembagapura, tapi ada komponen lain yang strategis yang tidak diketahui publik," tutur Noorsy.
(rdk)