Jakarta, CNN Indonesia -- Artis senior Christine Hakim terpilih sebagai komisioner sosialisasi dan promosi hak anak Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) dalam Forum Nasional Anak (Fornas) V yang diselenggarakan di Batu, Malang, Jawa Timur.
Selain Christine, Arist Merdeka Sirait juga kembali terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Komnas PA untuk periode 2015 hingga 2020.
Ketua Komnas PA terpilih, Arist, mengatakan saat dihubungi CNN Indonesia bahwa pemilihan tersebut menandakan masih adanya kepercayaan aktivis anak kepadanya dalam hal perlindungan anak.
"Saya anggap anggota kami masih percaya sama yang ingin kami kerjakan ke depan meskipun ada tantangan berat ke depannya," kata Arist, Kamis (26/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arist selanjutnya mengatakan Fornas V menghasilkan dua pokok besar keputusan menyusul banyaknya kasus-kasus kekerasan anak yang diekspose media online, televisi dan cetak.
Pokok pertama adalah meminta pemerintah, khususnya Istana, untuk menetapkan segala bentuk pelanggaran atas anak, yang mengarah ke pelanggaran HAM, ditetapkan sebagai
extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa.
Penetapan ini, katanya, akan berdampak pada maksimalnya hukuman bagi pelaku kejahatan anak.
"Karena anak yang meninggal karena diperkosa, dimutilasi, disiksa dan lainnya tidak bisa ditetapkan sebagai tindak pidana biasa," kata Arist.
Untuk mengupayakannya, ke depannya, Komnas PA, akan melakukan diskusi bersama Komisi III DPR agar kejahatan anak bisa dimasukkan sebagai tindak kejahatan luar biasa dalam RUU KUHP.
Sementara itu, pokok kedua adalah untuk mengingatkan semua orang untuk tidak melakukan tindak kejahatan kepada anak. Hal ini, kata Arist, akan dilakukan dengan meminta Presiden untuk menetapkan tanggal 10 Juni sebagai Hari Anti Kekerasan Terhadap Anak.
"Tanggal 10 Juni kami pilih karena pada saat itu mayat Angeline ditemukan," kata Arist.
Momen ini, ujarnya, bisa menjadi pengingat masyarakat betapa kejinya tindak kekerasan terhadap anak dan bahwa orang terdekat bisa menjadi tersangka utama pelaku kejahatan dan kekerasan pada anak.
Dukung Hukuman KebiriSementara itu, Arist mengatakan pihaknya juga akan terus mendorong terealisasinya hukuman kebiri kimiawi bagi pelaku kejahatan anak.
Dia menilai hukuman tersebut bisa ampuh dalam memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan anak selama ini.
"Melihat angka kejahatan anak terus meningkat dan mengingat predator bisa orang terdekat serta terjadi baik di sekolah, rumah atau panti asuhan, dibutuhkan sebuah hukuman yang bisa jadi
shock therapy buat pelaku kejahatan," kata Arist.
Arist mengatakan hukuman kebiri kimiawi merupakan gagasan yang didorong lembaganya sejak 2013, di mana saat itu pemerintah menetapkan Indonesia darurat kejahatan seksual anak.
"Penegakan hukum sangat lemah. Kampanye tersebut bertujuan meningkatkan hukuman bagi para predator anak," ujarnya.
Arist menilai hukuman kebiri tidak akan melanggar hak asasi manusia (HAM). Menurutnya, aturan HAM juga memuat tentang hak asasi anak dan perlindungan terhadap mereka dari kejahatan.
"ECOSOP memuat tentang perlindungan anak. Apa yang melanggar HAM adalah mengkatrasi secara fisik seperti menghilangkan organ tubuh. Ini kan hanya mengurangi keinginan seksual," kata Arist.
Oleh karena itu, ia juga meminta kalangan penggiat HAM untuk bisa menempatkan diri secara adil dan proporsional. Konteks HAM anak, menurutnya, berbeda dengan konteks HAM orang dewasa.
"Anak meregang nyawa tanpa bisa membela diri. Ketika dia diperkosa secara seksual, apakah hukuman ini bisa dianggap melanggar," katanya.
Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, jumlah angka kekerasan terhadap anak mencapai 21,7 juta kasus. Dari angka tersebut, 58 persen di antaranya merupakan tindak kejahatan seksual terhadap anak.
(utd)