PPATK: Teroris RI Buka Bisnis Toko Kimia Beromzet Miliaran

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Senin, 30 Nov 2015 13:35 WIB
PPATK menyebut perputaran dana teroris di dalam negeri cukup "mengerikan." Dana bahkan bisa berasal dari sumber legal, misalnya sumbangan gaji pegawai.
Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) meminta pemerintah Republik Indonesia mewaspadai perputaran uang terkait terorisme di dalam negeri, bukan hanya memantau aliran dana yang masuk dari luar negeri.

“Di dalam negeri cukup mengerikan. Mereka (teroris) sudah punya bisnis toko kimia. Omzetnya besar, miliaran. Retail. Otoritas harus lebih hati-hati, siapa ahli kimia yang bisa bikin bahan peledak di sini,” kata Wakil Kepala PPATK Agus Santoso di Jakarta.

Terlebih, di Indonesia membuat bahan peledak terhitung mudah bahkan biasa dilakukan orang awam. “Nelayan biasa bikin bom ikan, membuat petasan juga biasa. Mereka tahu bagaimana mencampur belerang, mesiu. Tinggal daya ledaknya saja diatur,” ujar Agus.
Soal toko dan bahan kimia ini sebelumnya juga disinggung oleh Ali Imron, terpidana teroris yang terlibat dalam pengeboman di Legian, Kuta, Bali, tahun 2002. Adik Amrozi –yang dipidana mati dalam kasus yang sama dan telah dieksekusi– itu berpendapat polisi mesti mengawasi ketat jual-beli bahan kimia untuk mencegah terorisme di Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ali Imron kini digunakan Kepolisian untuk membongkar jaringan teroris di Indonesia. Pekan lalu dia hadir dalam diskusi soal terorisme yang digelar Polda Metro Jaya.

“Dari toko kimia itulah bahan-bahan untuk membuat bom didapat,” kata dia.

Persoalannya, ujar Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian, mengawasi toko kimia bukan perkara mudah. Kepolisian harus bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Terkait modus teroris dalam menghimpun uang, PPATK melihat ada tipe khusus antara teroris berpendidikan tinggi dan rendah. Teroris dengan tingkat pendidikan rendah cenderung merampok, sedangkan teroris dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung menjadi hacker.

“Misal dia –maaf bukannya merendahkan– penjual buah, pedagang pikulan, cara mengumpulkan uangnya dengan merampok toko emas, ATM, bank. Tapi misal ahli IT, dia bisa nge-hack bitcoin sampai Rp300 juta. Istilahnya cyber fai,” kata Agus.

Soal cyber fai, PPATK meminta negara untuk memiliki wire transfer yang aman, dan meminimalisasi transaksi tunai dengan cara mengurangi demonimasi uang.

Yang patut diwaspadai lagi, pendanaan teroris berbeda dengan modus tindak pidana pencucian uang atau korupsi, sebab uang untuk terorisme bisa berasal dari dana legal. Teroris bisa saja memperoleh dana dari pegawai biasa yang sehari-hari bekerja.
(agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER