Semarang, CNN Indonesia -- Tak semua alumni gerakan Islam garis keras di Indonesia setuju dengan aktivitas kelompok teror bersenjata di Suriah dan Irak, ISIS. Salah satunya adalah Mahmudi Haryono alias Yusuf, terpidana terorisme dalam kasus bom Sri Rejeki Semarang.
Menurut Yusuf, perjuangan ISIS yang mengaku sebagai khilafah pembela Islam hanyalah bualan belaka. ISIS hanya berjuang untuk kepentingan kelompoknya sehingga muslim selain yang berbaiat terhadap ISIS tidak perlu terpengaruh.
"Saya tidak sependapat dengan ISIS. Banyak hal yang tidak pas soal klaim mereka sebagai khilafah pembela Islam,” kata Yusuf kepada CNN Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yusuf berpendapat semua aktivitas yang dilakukan ISIS sudah tergolong sadis, dan arah perjuangan mereka tidaklah jelas.
"Mereka berjuang untuk siapa? Membela Islam mana? Kalau kita dulu jelas, dari konsep dan pergerakan. Tidak membabi buta," ujar mantan kaki tangan terpidana teroris Abu Tholut itu.
Yusuf yang merupakan kelahiran Jombang, Jawa Timur ini berangkat ke Pulau Mindanao Filipina pada tahun 2001. Di sana ia diajari merakit bom, berlatih menembak, dan akhirnya turut berjuang di tengah-tengah bangsa Moro yang mengangkat senjata terhadap pemerintahan di Manila.
Setelah hampir dua tahun menjadi pejuang Moro Islamic Liberation Front (MILF) di Filipina, Yusuf bergerak ke Poso, Palu, Sulawesi Tengah ketika konflik komunal bergolak tahun 2002.
Tahun 2003 bersama dua rekannya, Suyatno alias Heri Suyatno alias Heru Setyawan dan Joko Ardianto alias Luluk Sumaryono, bergabung dengan Abu Tholut untuk merencanakan aksi pengeboman di tanah air.
Namun belum sempat beraksi, kelompok ini digerebek oleh Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri di rumah kontrakan mereka di Jalan Sri Rejeki Selatan Semarang.
Dalam rumah tersebut, Densus 88 menemukan senjata api dan bahan peledak. Yusuf pun akhirnya divonis 10 tahun oleh pengadilan.
(agk)