Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dari Fraksi Partai Hanura Sarifuddin Sudding, mengusulkan agar dilakukan voting untuk menyelesaikan lanjutan rapat internal perkara Ketua DPR, Setya Novanto.
Hal ini dikarenakan perdebatan mengenai validasi, verifikasi dan aspek legal standing tidak kunjung mendapat titik temu. Sehingga, menurutnya voting dimungkinkan, dan akan membuat rapat efisien.
"Kami minta pimpinan diagendakan pengembilan keputusan, karena kasus ini dalam persidangan, masalah jadwal persidangan kita voting," kata Sudding di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (1/12).
Sudding menjelaskan, pengambilan keputusan voting untuk jadwal persidangan karena pada rapat internal (24/11) lalu, telah disepakati terkait hal tersebut untuk ditetapkan pada hari ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasalnya, saat itu ditetapkan, jadwal persidangan disusun melalui rapat pimpinan MKD. Sehingga, Sudding meminta agar pada rapat kali ini, jadwal persidangan diambil keputusan melalui voting. Hal ini merupakan cara untuk mempersingkat rapat yang berkutat dengan perdebatan legal standing dan verifikasi yang seharusnya sudah lewat.
"Kalau soal legal standing dan verifikasi sudah lewat, mereka mengungkap kembali legal standing, itu perdebatan tanggal 23-24 November, kami hadirkan ahli bahasa," ujar Sudding.
Tak sependapat, Wakil Ketua MKD, Junimart Girsang tidak setuju jika nanti diadakan voting untuk mengambil keputusan. Sebab, menurutnya esensi dari mahkamah adalah musyawarah mufakat dan bukan voting. Dia menambahkan terdapat dua opsi yang muncul jika terjadi voting.
"Verifikasi atau lanjut ke sidang. Tapi saya tidak setuju voting itu. Karena putusan pada 24 November, kita harus konsisten," ujar Junimart.
Anggota Komisi Hukum DPR itu justru mengusulkan agar MKD dapat meminta klarifikasi terhadap Menteri ESDM, Sudirman Said, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoedin, terkait transkripsi rekaman lain yang beredar dan berbeda dengan di MKD.
(pit)