Transkrip Rekaman Diduga Setya Novanto soal Freeport (VI)

Tim | CNN Indonesia
Rabu, 02 Des 2015 22:11 WIB
Mahkamah Dewan memutar rekaman pembicaraan yang diduga terjadi antara Setya Novanto, Riza Chalid, dan Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Rekaman yang diserahkan Menteri ESDM Sudirman Said diputar di sidang Mahkamah Kehormatan Dewan DPR. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Kehormatan Dewan DPR memutarkan rekaman pembicaraan yang diduga terjadi antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha Muhammad Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.

Rekaman diperdengarkan Rabu petang (2/12) dalam sidang pemeriksaan MKD terhadap Menteri ESDM Sudirman Said selaku pelapor kasus dugaan pelanggaran kode etik oleh Setya Novanto terkait pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden dalam lobi perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia.
Berikut transkrip rekaman tersebut yang telah beredar luas di masyarakat:

MS: Maroef Sjamsoeddin
SN: Setya Novanto
MR: Muhammad Riza Chalid

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


MR: Memperjuangkan dia (Jokowi) itu capek, sob. Segala macam cara, Pak Hendro ngomong sama Megawati waktu di Kebagusan. Belum saatnya. Dikira sekaligus. Belum Pak. Saya itu baik, saya kasihan sama Pak Jokowi, saya akan bantu Pak Jokowi ke Hatta sebagai cawapres. Pak Jokowi sama Hatta mungkin Pak, tapi Meganya gak mau. Saya sama Hatta itu sahabat.

MS: Jokowinya mau, Pak?

MR: Jokowinya mau banget sama Hatta.

SN: Tahu tahu pisah, pusing sudah terlanjur ke Pak Hatta.

MR: Tapi itu kan pengalaman.

SN: Tapi kalau ngomong baik-baik, lamaa menikmati. Kayak yang kemarin itu yang Fahri dan Fadli Zon marah itu. Itu kan gitu Pak soal UU. Udah kerja capek-capek. Jam 2 kita ketemu lagi, Semua wakil ketua dan komisi II saya ajak ketemu presiden. Jelasin. Sama Fahri dijelasin, efeknya bahayanya. Jelasin. Saya tengahin Bapak Presiden, sambil becanda nih. Udah becanda terus dia tenanglah.

Itu menteri-menteri, Menteri Polhukam gak ada yang ngomong Pak. Nanti jawab gini Pak. Saya tidak setuju karena ini ni, singkat. Marah dong temen-teman. Bapak Presiden, kalau buat saya ini Pak. Apa gak sebaiknya kita pertimbangkan dulu. Ya saya setuju Pak Ketua. Ya Bapak kan mau rapat kta pertimbangkan. Walau nanti diputuskan enggak tapi paling enggak jadi dipertimbangkan. Tapi pakai guyon dulu. Kalau enggak gitu dia stik. Dia stik mati kita.

MR: Saya bilang ke Pak Marciano. Pak saya gak berani ke rumah Bapak dulu Pak. Begitu saya ke rumah Bapak, ada yang ngabarin kalau sudah dicap. Habis Pak Jokowi dilantik, saya nggak berani dulu. Udahlah biar Bapak kerja tenang, Sekarang dia sudah aman.  

SN: Udah tahu lah, kan Pak Luhut lapor semua pertemuan itu kalau Bung Riza semua yang ngatur.

MR: Saya sih bukan menjilat dia Pak. Tapi kalau temen-temen saya paling gak happy, pada ribut semua. Nanti rusak negara kita.

SN: Waduh hancur.

MR: Iya kan. Maksudnya biar harmonis, harmonis rukun. Kalau Pak Luhut kan sahabat lama. Ya udah kita duduk Pak Luhut. Pak Luhut gak percaya. Belum cukup sama gue. Udahlah bisalah. Gua yang atur, gua jamin. Wah seneng banget, Pak Luhut ke Pak Jokowi. Nih si bos yang urus katanya. Dia mau bawa ke Istana, Riza tolak. Wah kalau saya ke Istana, ada yang motret. Tambah pusing kepala saya. Susah ini Pak, tukang gosip.

MS: Makanan empuk.

MR: Iya makanan empuk. Wah gila betul. Kita kerja benar.

MS: Pak terima kasih waktunya Pak.

SN: Sekarang komisaris di sana. Komisarisnya orang Papuanya tiga, kemudian Indonesia non-Papua Pak Marsillam, Pak Andi Mattalata, satu lagi bekas presdir.

MR: Pak Rozik ya.

MS: Oh, bukan itu presdir waktu kontrak.

SN: Hidayat itu beberapa kali ketemu saya. Nututi, saya menghindar terus. Saya sudah tahu itu. Kan saya tahu bahasa di Presiden kayak apa. Kan dia tiggal begini Pak. Rahasia terjamin, Orang lain gak ada yang ikut, Menteri pun gak tahu.

MS: Kalau tahu Pak?

SN: Kalau misal, situasi menterinya juga bisa terus, tapi juga belum tentu terus. Kalau gak terus tahu Pak bocor.

MS: Lain cerita lagi itu Pak.

SN: Karena menterinya enggak share ini. Surabaya sama presiden itu hadir di PDIP. Dia ikut dari Papua pak. Dia lihat ada di VIP lounge, dia cari saya. Pak Ketua saya tahu Pak Ketua ada di sini. Urusan Papua tolong Pak Ketua. Insya Allah. Sudirman gitu. Jadi panjangan ngomongnya, Bapak Presiden gini gini. Baik-baikan aja. Kalau ribut, masih muda saya dihantam sama Darmo.

MR: Darmo ikut ke Papua dia.

SN: Darmo ikut ke Papua?

MR: Ikut dia.

SN: Terus di pulang dia.

MR: Dia sama Presiden hanya sampai Surabaya. Terus menterinya pulang.

SN: Presiden itu gak happy gara-gara itu, Dia gak happy itu, menteri ini, Jonan dan Bappenas. Kalau ngomong itu saya pusing Pak Ketua, sama menteri ini.

MS: Andrinof.

SN: Andrinof.

MS: Terima kasih waktunya. Kita tunggu anunya aja kepastian gimana, kelanjutannya.

MR: Saya bicara Pak Luhut, kira-kira apa. Terus oke, kita ketemu.

SN: Harus itu Pak.

MR: Saya akan bilang Pak Luhut.

SN: Harus cepet. Karena kasihan beliau, Pak Luhut  dikasih tanggung jawab. Kasih tanggung jawab share holder. Gimana caranya sukses, harus cari akal kan gitu.

MS: Tanggung jawab itu paling berat itu karyawan dan keluarganya.

MR: Betul itu Pak.

MS: Kalau share holder kan duitnya banyak. Tapi karyawan itu 30 ribu lebih. Itu kan bangsa kita semua. Kalau share holder ini tutup masa bodo amat.

MR: Dan selalu dipikir karyawan

MS: Dan Freeport gak pernah PHK lho pak. Itu saja Pak. Pikiran saya itu karyawan. Karena saya sudah lama masuk Papua. Saya tahu betul masyarakat Papua.

SN: Oke Pak.

MS: Baik Pak. Terima kasih Pak Ketua. Saya duluan Pak. Makasih Pak, mari. Pak Riza makasih Pak. Mari.

SN: Yuk Pak. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER