Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menjalani sidang perdana kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) termasuk dengan pembelian saham PT Garuda Indonesia Tbk hari ini.
Selain didakwa telah menerima uang senilai Rp40,3 miliar dari PT Duta Graha Indah (DGI) dan PT Nindya Karya sebagai imbalan pelicin proyek, Nazaruddin juga didakwa telah menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaannya yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.
"Sementara, berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Formulir Data A atas nama Nazaruddin per tanggal laporan 22 Juli 2010, ia mengaku memiliki harta kekayaan sebesar Rp112.207.226.461," kata Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kresno Anto Wibowo saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (10/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa membacakan bahwa Nazaruddin telah menempatkan atau mentransfer uang menggunakan rekening perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Permai Grup dan rekening atas nama orang lain.
Ada 42 rekening yang menjadi tempat persembunyian uang Nazaruddin yang didapatkan dari hasil korupsi. Ke-42 rekening tersebut diatasnamakan nama-nama seperti berikut: PT Pasific Putra Metropolitan, PT Permai Raya Wisata, PT Exartech Technologi Utama, PT Cakrawaja Abadi, PT Darmakusumah, PT Dulamayo Raya, PT Buana Ramosari Gemilang, PT Nuratindo Bangun Perkasa, PT Anugerah Nusantara, PT Marell Mandiri, PT Panahatan, PT City Investment, PT Alfindo Nuratama, PT Borisdo Jaya, PT Darmo Sipon, PT Putra Utara Mandiri, Neneng Sri Wahyuni, Amin Andoko, dan Fitriaty Kuntana.
Dalam berkas dakwaan, Nazaruddin juga disebut telah mengalihkan kepemilikan atas saham perusahaan Permai Grup, mengalihkan kepemilikan atas tanah dan bangunan, membelanjakan atau membayarkan untuk pembelian tanah dan bangunan, membelanjakan untuk kendaraan bermotor, membayarkan polis asuransi, dan membayarkan pembelian saham dan obligasi sukuk.
Nazaruddin juga didakwa telah menerima imbalan pelicin proyek dari PT Waskita Karya sejumlah Rp13.250.023.000, dari PT Adhi Karya sejumlah Rp3.762.000.000, serta dari PT Pandu Persada Konsultan sejumlah Rp1.701.276.000.
Adapun, saldo akhir dari semua uang yang disembunyikan tersebut berjumlah Rp70.018.601.346 dan SGD 1.043. Sementara, yang dialihkan kepemilikannya berupa saham perusahaan di bawah kendali Permai Grup yaitu PT Exartech Technologi Utama dan PT Panahatan seluruhnya bernilai Rp50.425.000.000.
Uang yang dialihkan kepemilikannya berupa tanah dan bangunan seluruhnya senilai Rp18.447.075.000, yang dibelanjakan untuk pembelian tanah dan bangunan sebesar Rp111.117.260.000.
Sementara, uang yang dibelanjakan atau dibayarkan untuk pembelian kendaraan bermotor seluruhnya senilai Rp1.007.243.500, yang dibelanjakan untuk polis asuransi senilai Rp2.092.491.900, yang dibelanjakan untuk pembelian saham dan obligasi sukuk pada perusahaan sekuritas di KSEI sebesar Rp374.747.514.707.
Berdasarkan dakwaan tersebut, Nazaruddin diancam pidana dalam Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
(obs)