Jakarta, CNN Indonesia -- Nikita Mirzani dan Puty Revita tak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus prostitusi online karena artis dan model itu dianggap polisi sebagai korban. Perlakuan berbeda menimpa muncikari mereka, F dan O, yang langsung ditetapkan sebagai tersangka.
“NM (Nikita) dan PR (Puty) bisa disebut sebagai korban karena mereka ada dalam relasi kuasa yang timpang dengan muncikari dan penggunanya. Dalam prostitusi, pengguna memiliki kekuasaan penuh atas perempuan yang ia gunakan. Pemilik uang punya kuasa tak terbatas di hadapan orang yang membutuhkan uangnya,” kata Azriana, Ketua Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan, dalam keterangan tertulisnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (14/12).
Selain itu, Nikita dan Puty saat ini dinilai berada dalam situasi rentan. “NM dan PR jadi sorotan media. Moralitas mereka dipertanyakan. Di sisi lain, mereka tidak bisa menyebut siapa nama pengguna mereka,” ujar Azriana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Azriana, patut dipertanyakan apa yang akan terjadi terhadap Nikita dan Puty jika sampai mengungkap nama-nama pengguna mereka ke publik.
“Jika itu menyangkut nama orang-orang yang memiliki kekuasaan dan jabatan, sangat mungkin keselamatan mereka berdua juga terancam,” kata Azriana.
Berbagai alasan itulah yang membuat Komnas Perempuan sepakat dengan Polri yang memosisikan Nikita dan Puty sebagai korban dalam postitusi.
“NM dan PR adalah korban dari orang lain yang mengambil keuntungan dari mereka, baik muncikari atau pihak lain yang punya kepentingan agar mereka berdua tetap bungkam,” ujar Azriana.
Komnas Perempuan juga mengkritik isu prostitusi yang sekadar dipandang sebagai pelanggaran moralitas di Indonesia.
“Hanya penjaja jasa yang selalu dipermasalahkan, sedangkan pengguna jasa cenderung dilindungi. Padahal pelacuran tak bisa dihilangkan sepanjang permintaan ada,” kata Azriana.
Dalam kasus prostitusi online ini, Bareskrim Polri menggunakan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, bukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana seperti yang sebelumnya mereka kenakan pada muncikari Amel Alvi.
Kepala Subdirektorat Perjudian dan Asusila Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Komisaris Besar Umar Fana, mengatakan perbedaan aturan yang digunakan polisi untuk menjerat muncikari Nikita dan Puty demi memperberat hukuman bagi pelaku prostitusi.
“Jika pakai KUHP, ancaman hukumannya 6 tahun penjara. Di Tindak Pidana Perdagangan Orang, minimal 3 tahun penjara, maksimal 15 tahun penjara, juga denda Rp120juta sampai Rp600 juta,” kata Umar.
KUHP bahkan bisa membuat sang muncikari bebas cepat. “Kalau KUHP, dijatuhi hukuman tiga bulan penjara pun bisa. Pada Tindak Pidana Perdagangan Orang, minimal 3 tahun penjara.”
Hari ini Bareskrim Polri kembali menetapkan tersangka baru dalam kasus prostitusi online. Dia adalah pria berinisial A yang disebut sebagai bos O dan F, muncikari Nikita dan Puty.
Sementara Nikita dan Puty akan kembali diperiksa sebagai saksi korban oleh Bareskrim esok Selasa.
(agk)