Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Busyro Muqoddas meminta agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa berjiwa besar dengan membatalkan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).
"Tidak ada draf akademik soal revisi UU KPK. Karenanya, usulan revisi menjadi terkesan sangat emosional dan ada konflik kepentingan tertentu," kata Busyro saat konferensi pers di PP Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (30/12).
Busyro berpendapat draf akademik serta kajian mendalam diperlukan sebelum revisi UU KPK dimunculkan ke publik. Dengan begitu, publik bisa menilai apakah revisi UU KPK diperlukan atau tidak. Ia menegaskan masyarakat sipil harus dilibatkan dalam pengkajian tersebut.
"Saya pikir KPK tidak memerlukan revisi UU KPK. Yang diperlukan adalah tata ulang. Seharusnya kampus dan masyarakat sipil diberi kesempatan membantu DPR dengan mengkaji tata ulang KPK," katanya.
Busyro menilai wacana revisi UU KPK menjadi sangat sarat kepentingan melihat kebutuhan partai politik untuk menguatkan kondisi finansial untuk pemilu mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang penting itu bukan revisi UU KPK, melainkan revisi UU Tindak Pidana Korupsi, baru KUHP dan KUHAP," ujarnya. Selain itu, Busyro juga menilai kedudukan KPK seharusnya diatur dalam UUD 1945 agar tidak mudah diperlemah.
Ada empat poin yang dipersoalkan dalam draf revisi UU KPK, di antaranya: wewenang penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), keberadaan lembaga pengawas, wewenang pengangkatan penyidik independen dan wewenang penyadapan.
(bag)