Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo menginginkan agar surat permohonan amnesti Nurdin Ismail alias Din Minimi, bekas anggota Gerakan Aceh Merdeka, segera dipersiapkan agar mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
"Presiden menekankan untuk amnesti yang bersifat amnesti umum segera dipersiapkan untuk mendapatkan persetujuan dengan DPR, karena ini prosesnya kan melalui pertimbangan DPR. Jadi bisa bersifat amensti umum dan abolisi," ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (4/12).
Sebelumnya, Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso mengaku telah mengajukan surat permohonan amnesti Din Minimi. "Yang menjadi pekerjaan pemerintah pusat kan mengurus amnesti. Saya hari ini ajukan surat presiden, tentu setelah itu kan akan diproses lewat Kemenkumham," ujar Sutiyoso.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebutkan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia kemungkinan akan menulis surat kepada Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat untuk meminta persetujuan dari rencana itu.
Di sisi lain, Sutiyoso juga mendukung langkah Polri yang masih akan tetap memproses pengusutan kasus ini. Menurutnya, hal tersebut merupakan proses di kepolisian sehingga bisa dilakukan sambil menunggu proses amnesti dikerjakan.
"Ya saya setuju, memang itu proses kepolisian seperti itu kan, dilakukan aja, enggak ada masalah. Ini dilakukan, sambil jalan kita menunggu proses amnesti dikerjakan," katanya.
Bekas Gubernur DKI Jakarta itu menuturkan, pihaknya sebelumnya telah berkomunikasi dengan Presiden dan DPR sebelum mengajukan surat permohonan amnesti. "Sebelum ini berjalan, saya berkoordinasi. Kan harus saya yakini dulu bahwa ini bisa diproses di kemudian hari, baru kita tawarkan ke dia. Kalau enggak bisa, saya enggak berani lanjut," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti berkata pemberian amnesti merupakan kewenangan yang melekat kepada presiden. "Jadi tergantung Presiden," ujarnya di Markas Besar Polri, Selasa lalu.
Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasara 1945, Presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR sebelum mengeluarkan amnesti.
Pasal 4 pada UU Darurat Nomor 11 Tahun 1954 mengatur, amnesti akan menghapus seluruh akibat hukum yang harus ditanggung seorang pelaku tindak pidana.
Di sisi lain, Nota Kesepahaman Helsinski yang mengakhiri konflik antara pemerintah dan GAM menentukan, amnesti akan diberikan kepada semua orang yang terlibat dalam kegiatan GAM. Amnesti itu harus keluar paling lambat 15 hari sejak penandatangan nota.
(obs)